Jumat, 08 Februari 2013

Alessa dan Helena

“ayah, sebenarnya anak siapa aku ini?”
“kau itu anak terkutuk! Kau bukan anakku!”
Natasha menyaksikan Helena bersujud dikaki ayahnya, meraung-raung namun ayahnya mengabaikan tanpa belas kasihan. Ibu dan kakaknya hanya diam dengan senyum yang kejam. 
‘apa yang sebenarnya terjadi?’
Semuanya lalu berputar menjadi asap dan dia berada ditempat yang berbeda, dia sangat tahu dimana dia sekarang. Didepan rumahnya dengan latar berpuluh-puluh tahun yang lalu. Natasha merasa kalau dirinya masih dialam mimpi dia sangat mengerti. Karena suasana ini begitu sangat dikenalnya. Dia menggunakan tubuh Nina.
Seseorang menjerit, memekik.
“anak terkutuk kau!” Natasha panik, lalu berlari kedalam rumah, sebenarnya tak ia inginkan.
Rumahnya –atau pada saat itu masih rumah Helena—begitu porak poranda, guci mahal keluarga Wudson pecah dengan potongan beling disana-sini, kursi gelas piring semuanya kacau. Yang paling tragis, darah berceceran dilantai. Natasha belum tau darah siapakah ini. Dia benar-benar panik, jangan-jangan keluarga Wudson membunh Helena.
“anak terkutuk kau!” Anna wudson menjerit lalu berteriak dengan suara melengking dari ruang keluarga. Suaranya kemudian menghilang secara tiba-tiba. Natasha langsung menuju kesana. Dia hampir menjerit saat tahu apa yang terjadi. Matanya membelalak tak percaya. Helena memang tak ada disana. Tapi Helenalah yang melakukan ini.
Tubuh Anna Wudson bersimbuh cairan merah, lehernya nyaris putus dan mengalirkan darah segar sangat banyak sampai mengaliri seluruh kulitnya yang halus. Gaunnya yang putih dan indah sudah tak karuan. Natasha bergidik ngeri lalu memalingkan wajahnya. Tepat saat dia berpaling, Peter Wudson teronggok mengenaskan lebih dari Anna.
‘ya Tuhan’ Natasha hampir menangis dan meraung ingin bangun. Ia menampar dirinya sendiri tapi tak berhasil.
“Jangan bunuh aku Helena! Aku ini kakakmu!”
“kau bukan kakakku! Kau sama saja!” 
Natasha segera berlari, entah mendapat kekuatan dari mana rasanya dia ingin sekali mencegah Helena. Natasha tergesa menuju kamar yang mungkin kamar Alexander. Hatinya lalu miris ketika ingat bahwa itu kamar Alessa putri tunggalnya.
Ia melihat belati didinding lalu mengambilnya. Dia sudah tidak tahan dengan kata-kata permohonan Alexander yang sungguh menyayat.
“aku menyayangimu Helena”
“tidak! Kau tidak menyayangiku. Kau hanya takut!”
Saat Natasha masuk kekamar dimana Alexander dan Helena berada, Helena sedang mengacungkan pisau daging tinggi-tinggi. Seketika tubuh Natasha bergetar ketakutan. Langkahnya terhenti. Alexander tahu Natasha datang, namun Helena tidak, dia terlalu asyik mengancam kakaknya –atau bukan kakaknya sama sekali—.
“Kau harus mati!” Helena mengayunkan pisau daging lebih tinggi lagi, siap ditebaskan ke leher Alexander, Alexander menutup matanya rapat-rapat. Bersamaan dengan itu Natasha berlari menuju gadis kejam itu. Lalu, Natasha memeluknya dari belakang hanya dengan satu tangan yaitu tangan kiri tangan kiri, tangan kanannya masih memegang belati dengan kuat.
“Nina?” Helena terhenti, mendapati sahabatnya –Nina—sedang memeluknya dengan erat.
“jangan...” Natasha berkata lirih dengan airmata tergenang dipelupuk. Mata Helen berkabut mendapati sahabatnya menyaksikan apa yang sedang ia lakukan. 
Namun Helena mendorong tubuh Natasha kebelakang hingga terjatuh. Belati yang dipegangnya menggelinding menghasilkan bunyi yang membuat Helena menatapnya dengan tajam.
Alexander membuka mata dan menatap keduanya secara bergantian.
“kau ingin membunuhku?” Helena berbalik, kini menghadap Natasha yang tersungkur dilantai. Mata birunya menyala-nyala sangat menakutkan.
Natasha mengeleng pelan, lalu meraih belatinya secara sembunyi-sembunyi.
“aku ini sahabatmu Helena, mana mungkin..”
“lalu mau kau apakan belati itu?” Helena menunjuk benda kecil ditangan kanan Natasha dengan dagunya.
Natasha berdiri bangkit “aku ingin membunuh Alexander” Alexander yang sedari tadi mengawasi keduanya berubah menjadi semakin pucat. Matanya melebar penuh rasa was-was.
“boleh tidak?” Helena menatap Natasha ragu-ragu, kemudian mengangguk pelan.
“pake ini! Dia ngga akan mati pake begituan” Helena merebut belati dari tangan Natasha lalu melemparnya, dia lalu memberikan pisau daging sebagai gantinya.
Natasha mengangkat pisau daging itu tinggi-tinggi lalu mengayunkannya kearah Alexander. Dia sendiri bingung apa yang ia lakukan. Seharusnya dia membunuh Helena bukan Alexander. Ayunan pisau daging itu dihentikannya tepat saat ujungnya sudah sedikit menggores kulit leher Alexander. Alexander menjerit ketakutan.
“kenapa berhenti?”
Natasha diam, dia menjatuhkan pisau daging dari tangannya lalu merasakan tubuhnya bergetar hebat. Kemudian entah bagaimana dia memeluk Helena dan menangis. Tubuhnya seakan diselimuti kesedihan yang teramat dalam. Padahal dia tidak sedih sekali.
“aku menyayangimu Helena. Aku tidak sanggup melihatmu menjadi pembunuh. Kau sahabatku Helena kau sangat baik. Aku tidak bisa... aku tidak ingin melihatmu membunuh” Natasha terisak. Mungkin bukan dia, tapi sisi lain dari tubuh gadis kecil yang ia rasakan jadi tubuhnya. Ini Nina! Bukan dirinya.
Helena melepaskan pelukan Natasha—atau Nina—dengan mata berkaca-kaca. Dirasakannya kuku Nina mencengkram punggungnya erat sekali.
“Ninaaaaaa!!!” Helena menjerit! Saat menyadari sahabatnya sudah berubah menjadi pucat. Cengkraman dipunggungnya semakin erat lalu melemah.
Natasha sendiri merasakan sesuatu menusuk punggungnya. Terasa sangat menyakitkan dan dalam. Dia mendengar Helena memanggil nama Nina dengan jeritan.. namun suara itu semakin menghilang dan terasa semakin jauh. Tubuhnya terasa lemas, kakinya bagaikan takbertulang. Natasha roboh, lalu semuanya berputar dan menghilang. Dia terbangun dikamarnya dengan bermandi keringat dan air mata.

--
Natasha bergegas menuju kamar Alessa, memastikan bahwa anaknya baik-baik saja.
Namun anaknya tidak disana.
 

When You Close Your Eyes Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template