“ayah, sebenarnya anak siapa aku ini?”
“kau itu anak terkutuk! Kau bukan anakku!”
Natasha menyaksikan Helena bersujud dikaki ayahnya,
meraung-raung namun ayahnya mengabaikan tanpa belas kasihan. Ibu dan kakaknya
hanya diam dengan senyum yang kejam.
‘apa yang sebenarnya terjadi?’
Semuanya lalu berputar menjadi asap dan dia berada
ditempat yang berbeda, dia sangat tahu dimana dia sekarang. Didepan rumahnya
dengan latar berpuluh-puluh tahun yang lalu. Natasha merasa kalau dirinya masih
dialam mimpi dia sangat mengerti. Karena suasana ini begitu sangat dikenalnya.
Dia menggunakan tubuh Nina.
Seseorang menjerit, memekik.
“anak terkutuk kau!” Natasha panik, lalu berlari
kedalam rumah, sebenarnya tak ia inginkan.
Rumahnya –atau pada saat itu masih rumah
Helena—begitu porak poranda, guci mahal keluarga Wudson pecah dengan potongan
beling disana-sini, kursi gelas piring semuanya kacau. Yang paling tragis,
darah berceceran dilantai. Natasha belum tau darah siapakah ini. Dia benar-benar
panik, jangan-jangan keluarga Wudson membunh Helena.
“anak terkutuk kau!” Anna wudson menjerit lalu
berteriak dengan suara melengking dari ruang keluarga. Suaranya kemudian
menghilang secara tiba-tiba. Natasha langsung menuju kesana. Dia hampir
menjerit saat tahu apa yang terjadi. Matanya membelalak tak percaya. Helena memang
tak ada disana. Tapi Helenalah yang melakukan ini.
Tubuh Anna Wudson bersimbuh cairan merah, lehernya
nyaris putus dan mengalirkan darah segar sangat banyak sampai mengaliri seluruh
kulitnya yang halus. Gaunnya yang putih dan indah sudah tak karuan. Natasha
bergidik ngeri lalu memalingkan wajahnya. Tepat saat dia berpaling, Peter
Wudson teronggok mengenaskan lebih dari Anna.
‘ya Tuhan’ Natasha hampir menangis dan meraung ingin
bangun. Ia menampar dirinya sendiri tapi tak berhasil.
“Jangan bunuh aku Helena! Aku ini kakakmu!”
“kau bukan kakakku! Kau sama saja!”
Natasha segera berlari, entah mendapat kekuatan dari
mana rasanya dia ingin sekali mencegah Helena. Natasha tergesa menuju kamar
yang mungkin kamar Alexander. Hatinya lalu miris ketika ingat bahwa itu kamar
Alessa putri tunggalnya.
Ia melihat belati didinding lalu mengambilnya. Dia
sudah tidak tahan dengan kata-kata permohonan Alexander yang sungguh menyayat.
“aku menyayangimu Helena”
“tidak! Kau tidak menyayangiku. Kau hanya takut!”
Saat Natasha masuk kekamar dimana Alexander dan
Helena berada, Helena sedang mengacungkan pisau daging tinggi-tinggi. Seketika
tubuh Natasha bergetar ketakutan. Langkahnya terhenti. Alexander tahu Natasha
datang, namun Helena tidak, dia terlalu asyik mengancam kakaknya –atau bukan
kakaknya sama sekali—.
“Kau harus mati!” Helena mengayunkan pisau daging lebih
tinggi lagi, siap ditebaskan ke leher Alexander, Alexander menutup matanya
rapat-rapat. Bersamaan dengan itu Natasha berlari menuju gadis kejam itu. Lalu,
Natasha memeluknya dari belakang hanya dengan satu tangan yaitu tangan kiri
tangan kiri, tangan kanannya masih memegang belati dengan kuat.
“Nina?” Helena terhenti, mendapati sahabatnya
–Nina—sedang memeluknya dengan erat.
“jangan...” Natasha berkata lirih dengan airmata
tergenang dipelupuk. Mata Helen berkabut mendapati sahabatnya menyaksikan apa
yang sedang ia lakukan.
Namun Helena mendorong tubuh Natasha kebelakang
hingga terjatuh. Belati yang dipegangnya menggelinding menghasilkan bunyi yang
membuat Helena menatapnya dengan tajam.
Alexander membuka mata dan menatap keduanya secara
bergantian.
“kau ingin membunuhku?” Helena berbalik, kini
menghadap Natasha yang tersungkur dilantai. Mata birunya menyala-nyala sangat
menakutkan.
Natasha mengeleng pelan, lalu meraih belatinya
secara sembunyi-sembunyi.
“aku ini sahabatmu Helena, mana mungkin..”
“lalu mau kau apakan belati itu?” Helena menunjuk
benda kecil ditangan kanan Natasha dengan dagunya.
Natasha berdiri bangkit “aku ingin membunuh
Alexander” Alexander yang sedari tadi mengawasi keduanya berubah menjadi
semakin pucat. Matanya melebar penuh rasa was-was.
“boleh tidak?” Helena menatap Natasha ragu-ragu,
kemudian mengangguk pelan.
“pake ini! Dia ngga akan mati pake begituan” Helena
merebut belati dari tangan Natasha lalu melemparnya, dia lalu memberikan pisau
daging sebagai gantinya.
Natasha mengangkat pisau daging itu tinggi-tinggi
lalu mengayunkannya kearah Alexander. Dia sendiri bingung apa yang ia lakukan.
Seharusnya dia membunuh Helena bukan Alexander. Ayunan pisau daging itu
dihentikannya tepat saat ujungnya sudah sedikit menggores kulit leher
Alexander. Alexander menjerit ketakutan.
“kenapa berhenti?”
Natasha diam, dia menjatuhkan pisau daging dari
tangannya lalu merasakan tubuhnya bergetar hebat. Kemudian entah bagaimana dia
memeluk Helena dan menangis. Tubuhnya seakan diselimuti kesedihan yang teramat
dalam. Padahal dia tidak sedih sekali.
“aku menyayangimu Helena. Aku tidak sanggup
melihatmu menjadi pembunuh. Kau sahabatku Helena kau sangat baik. Aku tidak
bisa... aku tidak ingin melihatmu membunuh” Natasha terisak. Mungkin bukan dia,
tapi sisi lain dari tubuh gadis kecil yang ia rasakan jadi tubuhnya. Ini Nina!
Bukan dirinya.
Helena melepaskan pelukan Natasha—atau Nina—dengan
mata berkaca-kaca. Dirasakannya kuku Nina mencengkram punggungnya erat sekali.
“Ninaaaaaa!!!” Helena menjerit! Saat menyadari
sahabatnya sudah berubah menjadi pucat. Cengkraman dipunggungnya semakin erat
lalu melemah.
Natasha sendiri merasakan sesuatu menusuk
punggungnya. Terasa sangat menyakitkan dan dalam. Dia mendengar Helena
memanggil nama Nina dengan jeritan.. namun suara itu semakin menghilang dan
terasa semakin jauh. Tubuhnya terasa lemas, kakinya bagaikan takbertulang.
Natasha roboh, lalu semuanya berputar dan menghilang. Dia terbangun dikamarnya
dengan bermandi keringat dan air mata.
--
Natasha bergegas menuju kamar Alessa, memastikan
bahwa anaknya baik-baik saja.
Namun anaknya tidak disana.