Kala itu angin bertiup mendayu, menyapu
dedaunan kering dihalaman menuju kedalam rumah yang pintunya sengaja dibukakan.
Natasha dan John tidak memperhatikan hal itu, mereka sedang sibuk membereskan
dan menata perabotan dirumah baru mereka, sedangkan anak semata wayang mereka
Alessa dibiarkan bermain-main diayunan ban mobil buatan ayahnya.
Natasha mencopoti lukisan-lukisan tua
didinding dan John mengangkat perabotan. Natasha sangat tertarik dengan
lukisan-lukisan tua tersebut, sayangnya John tidak suka dan menyuruh Nathasia
agar mencopotinya dan mengganti dengan lukisan pemandangan modern. Yang paling
Natashia suka adalah lukisan yang terletak diruang keluarga, rupanya lukisan
tersebut diasumsikannya sebagai lukisan dari potret keluarga pendahulu dirumah
tersebut atau hanya hiasan, entahlah. Terlihat tua dan Magis. Natasha membaca
tulisan dibawah lukisan itu “...Peter Wudson, Anna Wudson, Alexander Wuson,
& Helena Wudson...1823” Natasha kembali menatap lukisan itu,
diperhatikannya gambar-gambar setiap orangnya. Peter Wudson adalah kepala
keluarganya, ya pasti! Digambarkan dengan wajah tegas dengan kumis menjuntai
terawat, namun disana terselip senyum diantara kumisnya yang lebat. Anna Wudson
tentulah istri dari Peter Wudson cantik dan berwajah lembut, tanggannya
melingkar dileher seorang anak laki-laki yang tampan dan terlihat ceria
tentulah itu Alexander Wudson, dan gadis cantik berwajah muram tentulah Helena
Wudson. ‘hmm.. menarik sekali’ Natashia lalu menaruhnya ditumpukan lukisan tua
yang lain, kemudian setelah itu memasukannya kegudang. Ia tidak memikirkan sama
sekali tentang potret Helena Wudson yang terlihat muram.
Lalu ketika ia kembali dari gudang ia
melihat lukisan tua lagi. Ditempat yang tidak strategis sama sekali yaitu
didalam sebuah kamar kosong didekat gudang. Natasha megintip dari balik pintu
yang terlihat aneh menyerupai tembok. Ruangan itu kecil sekali, hanya berukuran
2 kali 2 meter, tidak ada jendela dan perabotan sama sekali sejauh yang bisa
Natasha tangkap. Dindingnya berwarna kuning gading dengan goresan hitam
disana-sini. ‘ruangan apa ini?’ Natasha tak sengaja melihat lukisan itu tadi
ketika hendak menutup pintu gudang. Tadi terlihat kurang jelas, namun sekarang
sudah jelas lukisan siapa didalam sana
“Helena Wudson” Natasha berbisik pelan
pada dirinya sendiri, dan seketika didepan mata Natasha sepasang mata biru muda
menatapnya dengan kucuran darah dipelupuk matanya sampai ke pipi, dia tersenyum
jahat Natasha terjengkang lalu kamar itu menghilang. Ia baru menyadari itu
Helena Wudson, gadis itu sejajar dengan tingginya tadi, gadis itu dihadapannya
dengan mata biru yang berdarah-darah. Gadis itu melayang.. gadis itu..
Nathasa berlari menuju John yang tengah
mengatur posisi sofa, wajahnya pucat pasi dan basah oleh keringat. Ia
menceritakan semuanya pada John.
“benarkah?” John menatap Natasha, wanita
itu mengangguk yakin
“percaya padaku John, aku tidak
berbohong” natasha mencoba meyakinkan, ia tahu John tidak percaya. Dia tidak
mempercayai hantu, setan, dedemit, dan sebangsanya, dia tidak percaya pada
magis dan gaib.
“ya aku percaya, istirahatlah, tenangkan
dirimu, biar aku yang memanggil Alessa untuk berhenti bermain, langit sudah
mulai gelap aku juga akan memperingatkannya agar dia tidak keluar malam ini”
***
“bagaimana kamu berkenalan dengannya
sayang?” Natasha mencoba menyembunyikan ketakutannya, wanita itu membelai
rambut Alessa dengan lembut.
“mom kenal Helena?” natasha baru
tersadar kalau pertanyaannya sangatlah tidak tepat. Harusnya dia menanyakan
‘siapa Helena Wudson?’ sebelum menanyakan hal itu.
“oh.. tidak-tidak, maksud mom bagaimana
kamu kenal sama dia sedangkan kita kan jauh dari tetangga-tetangga” Natasha
menelan ludah mengingat dia tinggal dilingkungan jarang penduduk atau bisa
dibilang langka penduduk. Bagaimana kalau Helena benar-benar meneror
keluarganya.
“mmm...” Alessa berpikir keras. Kalau
dia bercerita yang sebenarnya, dia pasti kena marah karena keluar rumah pada
malam hari, jika berbohong.... apa yang harus dikatakannya?
Cahaya kebiruan menembus jendela kaca bertirai putih
tulang dikamar Alessa, waktu sudah menunjukan pukul 6 pagi namun diluar masih
terlihat gelap. Ya, musim gugur sudah berakhir, berganti dengan musim dingin
yang penuh dengan misteri dan kabut-kabut putih yang menyelimuti halaman. Tidak
pernah setebal dan sedingin itu sebelumnya.
Alessa masih meringkuk diperbaringannya yang hangat,
matanya tidak terpejam sama sekali sejak beberapa menit yang lalu. Tatapannya
menerawang menembus jendela kamarnya yang tertutup gorden putih tulang yang
cukup transparan.
Dadanya tiba-tiba berdesir saat melihat sesuatu yang
bergerak-gerak diluar sana. ‘ayunan itu...?’ Alessa mengerutkan kening, namun
tidak beranjak dari posisinya sekarang. Dilihatnya samar-samar ayunan ban mobil
di pohon ek diluar sana berayun-ayun sendiri, teratur dan seperti ada tubuh
manusia yang mendorongnya. Tapi tak ada siapapun.
‘tidak mungkin bergerak sendiri’ Alessa menyibakkan
selimut dan bangkit dari perbaringannya. Masih dengan kening mengerut dan mata
awas, derap kakinya dibuat pelan dan teratur mengikuti suara detak jantung
didadanya yang berdebar-debar.
DEG!
Bulu kuduknya berdiri saking dinginnya udara yang
menyentuh tengkuknya. ‘ish’ Alessa merintih sambil menggosok-gosokkan tangannya
kebalakang leher supaya hangat. Terlihat olehnya ban mobil itu masih
berayun-ayun dengan kecepatan yang sama seperti tadi. Alessa perlahan-lahan
menyibakkan gorden putih tulang dihadapannya, matanya terpejam sesaat sebelum
dia membuka mata menatap apa yang terjadi didepannya. ‘huh..’ Alessa
menghembuskan nafasnya dengan cepat, saat ia membuka mata uap di kaca jendela
menutupi pandangannya. Ia mengusapnya dan tidak mendapati ban mobil itu
berayun-ayun seperti yang dilihatnya tadi.
“sayang!” kepala Natasha Frudgie muncul dari balik
pintu dengan tiba-tiba, membuat jantung Alessa hampir meloncat dari dadanya.
“aku mengagetkanmu ya?” Alessa menggeleng pelan,
rambut gadis itu berguncang kekiri dan kekanan dengan teratur.
“ayo sarapan dulu, dan pakai baju hangatmu!” kepala
Natashia Frudgie menghilang secepat dan setiba-tiba muncul.
“iya, mom” Alessa mengiyakan saat ibunya sudah tidak
terlihat. Ditatapnya ban mobil menggantung itu dengan tatapan menyelidik dan
penasaran. Alessa sangat yakin, tadi benda itu berayun-ayun. Namun tak lama,
dia sudah tak ambil pusing lagi dan langsung menyambar jaket hangat dan kaus
kaki lalu memakainya. Untuk terakhir kali, Alessa melirik benda bulat diluar
sana yang sama sekali tidak berayun-ayun setelah itu dia pergi kebalik pintu.
Tanpa Alessa ketahui, ban itu berayun-ayun lagi,
kali ini lebih kencang daripada yang ia lihat sebelumnya, andaikan gadis itu
tahu....
+++
“dad, apa kita punya tetangga?” Alessa tiba-tiba
ingin mengetahui tentang tetangga misterius yang ia temui semalam. Gadis
sekitar 13 tahun yang sama anehnya seperti Alessa, malah lebih aneh.
“punya, tapi kayaknya jarak dari rumah kita sekitar
800m. Jauh banget kan? Dad juga ga yakin mereka tetangga kita apa bukan” John
menjelaskan dengan tampang dibuat seidiot mungkin, sampai-sampai Alessa muak
melihat ayahnya bertingkah seperti itu.
“hahahaha...” Natashia tertawa terbahak, mendengar
jawaban suaminya dengan ekspresi idiot yang menurutnya lucu. Dia menatap Alessa
seakan anaknya sedang ingin bercanda. Tapi tidak. Alessa bukan anak yang suka
bercanda.
“aku serius” Alessa mencacah-cacah omletnya dengan
sendok dan garpu, wajahnya terlihat muram melihat orang tuanya tertawa seperti
itu. Alessa memang payah, tidak punya selera humor yang tinggi, tidak seperti
orang tuanya yang selalu membuat lawakan setiap hari disaat-saat berkumpul
bersama keluarga seperti sekarang.
+++
‘menyebalkan sekali’ Alessa mendumel, mempercepat
langkahnya menuju ruang perapian yang hangat dan meninggalkan ayah dan ibunya
yang masih tertawa terbahak sambil sesekali melontarkan lelucon yang tidak lucu
sama sekali –menurut Alessa—
Langkahnya terhenti saat melihat pintu kamarnya
terbuka, padahal tadi dia sudah menutupnya rapat-rapat, dan ia yakin akan hal
itu. Iapun mengubah haluan untuk kembali kekamarnya dan melihat apa yang
terjadi. Kepalanya menoleh tertuju keruang makan ‘mom dan dad masih disana.
Lalu?’
“Helena?” Alessa sedikit terkejut melihat Helena
Wudson berada dikamarnya. Dan ia sungguh terkejut, kenapa dia hanya sedikit
terkejut melihat pemandangan aneh didepannya. Dari mana gadis itu muncul?
sedangkan dia merasa ayah dan ibunya tidak mempersilahkan tamu manapun masuk
kedalam rumah pagi ini.
“tidak keberatankan aku ada dikamarmu?” Alessa
menggeleng, dia lalu menutup pintu dan duduk disebelah Helena. Helena tidak
berubah sama sekali, bajunya masih kuno dan kakinya masih telanjang.
“eh, sepertinya kamu butuh baju hangat dan kaus
kaki” Alessa langsung bangkit dan membuka lemari pakaiannya.
“tidak usah, aku tidak kedinginan kok” Helena
tersenyum, Alessa kembali duduk disebelah Helena dengan kikuk. ‘kenapa aku
gugup ya?’
“aku suka ayunan dipohon itu” Helena menunjuk ban
mobil yang tergantung dipohon ek yang diselimuti salju itu dengan telunjuknya
yang sama kurusnya dengan Alessa. Ban mobil itu tiba-tiba bergoyang-goyang
diterpa angin. ‘aneh sekali’
“kamu boleh memakainya juga kok” Alessa tersenyum,
begitupun Helena
Helena mulai bangkit dan berjalan-jalan mengintari
kamar Alessa, disentuhnya foto-foto Alessa sewaktu kecil, Helena juga menyentuh
koleksi boneka kesayangan Alessa, yang sebenarnya tidak boleh disentuh
siapapun.
“helena jangan!” tangan Helena berhenti mengulur
saat ia hendak meraih tonk, boneka beruang lucu kesayangan Alessa. Alessa
langsung mengambil dan memeluk tonk.
“ini boneka kesayanganku! Kamu jangan menyentuhnya!
Siapapun jangan!” Helena mengerutkan keningnya, seakan dia tidak suka perbuatan
dan kata-kata Alessa barusan.
“kamu berani mengancamku?” Helena, entah mendapatkan
kekuatan super dari mana, dia mampu membuat tubuh Alessa tersungkur dengan
sentuhan yang tidak begitu kasar. Mata birunya menyala-nyala menakutkan seakan
dia lapar dan ingin memakan Alessia.
“tidak-tidak, tolong jangan sakiti aku” Alessa
menjerit-jerit saat Helena berubah menjadi menakutkan. Matanya jahat dan
senyumnya kejam. Bukan seperti Helena yang pertama kali Alessa kenal. Bukan!
“sayang bangun, bangun!!” Helena menghilang, Alessa
merasakan sekelilingnya berputar-putar. ‘tadi itu pasti nyata! Pasti!’ Ibunya
terlihat sangat khawatir, Ayahnya mondar-mandir sambil memegang handphone
ditelinganya.
“kamu baik-baik saja kan hun?” John mengusap-usap
kening Alessa dengan lembut, Alessa menggeleng dan tersenyum.
“ada apa?”
John dan Natashia saling berpandangan dan tersenyum.
Lalu mereka berdua memeluk Alessia. Itu adalah jawaban yang Alessa tidak bisa
pahami.
***
Seorang dokter datang sore ini, memeriksa kondisi
Alessa yang sungguh menyedihkan. Kulitnya kini sepucat Helena, matanya sayu dan
terlihat diselimuti ketakutan. Gadis itu bahkan tidak mengerti bagaimana bisa
dia semenyedihkan itu.
“semuanya baik-baik saja hun” john mengusap kening
Alessia lalu keluar dari kamar dan sepertinya mulai mengobrol dengan dokter.
“mom, apa yang terjadi denganku?” Alessa menatap
ibunya yang tengah mengelus-elus rambut Alessa yang coklat muram. Natashia
menarik nafas dengan cepat dan menghembuskannya dengan kasar.
“apa yang kamu rasakan?” ibunya malah balik bertanya
dan membuat Alessa semakin bingung.
Alessa menarik nafas dan memutar otaknya untuk
mengingat kejadian yang baru saja terjadi. Ya, kejadian itu baru saja terjadi,
dan Alessa merasa dia akan menceritakan masa lalunya yang suram. Masa lalu sama
dengan hal lama bukan?
“Helena marah padaku. Aku takut, dia jadi jahat dan
menakutkan. Padahal tadinya dia temanku. Aku menjerit lalu aku melihat mom dan
dad” mata Alessa menatap lurus kearah langit-langit, seakan-akan disana
terdapat rekaman kejadian yang ia ceritakan barusan dan hanya dia yang dapat
menyaksikan rekaman itu.
“Helena?” Natashia ternganga, Alessa berpaling dari
langit-langit dan menatap ibunya.
“Helena siapa?” kening Natashia berkedut-kedut
saking tegangnya dipikirannya hanya terpaut satu Helena yang kini tengah
menghantui otaknya. ‘jangan Helena James Wudson! Jangan!’ jantung Natashia
berdebar-debar menanti jawaban dari putrinya.
“Helena Wudson!” Alessa menyebut nama itu seakan dia
tak pernah punya masalah dengan seseorang yang namanya disebut barusan.
“Apa? Helena Wudson?” wajah Natashia seketika
berubah pucat pasi.