Kamis, 25 Agustus 2011

MIRAGE (kuburan yang sunyi : part 1)

“Cakka...!!!” Shilla berdiri ditengah kuburan yang sepi, tangannya mengepal dan matanya menatap kesemua penjuru. Angin menderu kencang mengibarkan rambut gadis itu yang panjang dan berkali-kali menyambuk wajahnya.. pohon-pohon bergerak dengan hebohnya.. daun-daun kering berjatuhan ketanah dengan cepatnya.


Tidak ada jawaban dari manusia manapun.. disini sangat sepi dan hening. Mungkin dia salah mencari Cakka kesini, hanya ada angin yang menderu dan pohon-pohon kering yang sedang bercengkrama. “Cakka keluar lo!! Brengsek..” lagi-lagi dia rasa percuma berteriak sekuat apapun. Cakka tidak disini.


Shilla merasakan amarah dan frustasi yang teramat sangat, dadanya terasa sesak dan tenggorokannya mulai terasa menggelegak. Tubuhnyapun terkulai lemas. Cakka benar-benar tidak ada disini.


Dia memutar badannya, Lalu nafasnya tercekat.


Cakka berada begitu dekat dibelakangnya, sampai-sampai saat Shilla memutar badannya pakaiannya mampu menyapu tubuh Cakka. Seharusnya Shilla bisa merasakan kehadiran manusia lainnya dengan jarak sedekat itu, bisa merasakan kehangatan dan hembusan nafasnya. Namun entahlah, apakah Cakka itu manusia atau bukan.


Cakka mengenakan celana jeans hitam, sepatu hitam bertali, kaos hitam, dibalut dengan jaket kulit yang berwarna hitam. Pesis seperti Cakka yang baru ditemui Shilla waktu pertama kali.


Shilla mundur beberapa langkah. Dia mengepalkan tangannya dan menatap tajam kearah Cakka “dimana Alvin?”


Alvin adalah kekasih Shilla, dia menghilang sejak sehari yang lalu  saat berbagai kasus pembunuhan dikotanya merajalela. Dan tepat saat Dea terbunuh.


Cakka hanya tersenyum. Lalu angin berhenti bergemuruh dan pohon-pohon menjadi diam “gue gak tau”. Suasana begitu hening seakan hanya ada dia dan Cakka tidak ada suara lain selain suara mereka berdua.


 Shilla semakin geram, giginya bergemeretak menahan segala amarah pada dirinya. “lo tau! Lo yang nyulik Alvin lo juga uda ngebunuh Dea kemarin, hah?”


 senyuman Cakka terhenti, namun senyuman licik itu masih terlihat jelas dimatanya yang berwarna hitam. Shilla memang harus mengakui Cakka mempunyai pesona yang kuat, tampan adalah kata yang terlalu datar untuk mencerminkan seorang Cakka.


“gue gak ngebunuh Dea, mungkin Alvin. Bukannya saat kejadian dia ada disana? Dan sekarang dia menghilang”


“itu lo yang lakuin! Lo yang ngebunuh Dea, lo juga nyulik Alvin” Shilla sedikit berteriak “awas ya lo, jangan sakiti Alvin!”


Cakka tersenyum sekejap


“Siapa takut, memangnya lo bisa apa?”


Shilla terdiam untuk beberapa saat. “gue gak tau..” Shilla berbisik “tapi gue pasti bisa ngelakuin sesuatu”


Cakka tertawa, jantung Shilla tersentak dan mulai berdebar kencang. Ya Tuhan dia begitu Indah, sangat sulit untuk menjabarkan keindahannya. Dia itu lebih dari tampan.


 “gue percaya kok, dan apa menurut lo gue nyulik adik gue sendiri?”


Shilla mengerutkan dahi, pertanyaan ini begitu aneh ditelinganya. “lo gila? Lo sama Alvin itu musuh. Saudara? Gue kira lo uda gak nganggep Alvin sebagai saudara lo lagi”


Cakka mengalihkan pandangannya kearah nisan-nisan yang berjejer rapi disekitarnya. Lalu dia menatap Shilla kembali “lo berfikiran gue? Bukannya Alvin ya? Alvin yang mulai duluan”


Shilla diam, dia tidak tau apa yang dikatakannya tadi. Juga tidak mengerti ucapan Cakka barusan. Tidak mengerti ucapannya sendiri. Cakka dan Alvin adalah laki-laki yang aneh, mereka saudara tapi mereka bermusuhan entah karena apa.


Cakka berbalik badan dan mengulurkan tangannya pada Shilla. Shilla ingin menepisnya tapi Shilla tidak mau menyentuh lelaki itu lagi. Dia sudah muak pada Cakka. Bagaimanapun dia telah memisahkannya dengan lelaki yang dia cintai.


“ayolah Shill, lo terlalu baik buat ade gue”


“dan menurut lo, lo itu baik buat gue?”


Cakka memutar badannya lagi, dan menatap Shilla lekat. Mereka saling berhadap-hadapan dan jaraknya sungguh dekat, hanya beberapa senti saja. Shilla bisa merasakan hembusan nafas Cakka dengan jelas. Hembusan nafasnya terasa dingin. Ini sungguh aneh.


“gue gak ngomong gitu, tapi yaaaa mungkin begitu” Cakka tersenyum


Dengan jarak sedekat ini... Shilla tidak bisa atau tidak mau menepisnya. Matanya menatap lurus kearah mata Cakka. Dia sungguh indah, Ya Tuhaaann dia ingin waktu berhenti untuk kali ini saja.


Tatapan Cakka tiba-tiba terpaku pada sebuah cicin perak berlapis permata biru yang melingkar dijari manis Shilla, Cakka mundur beberapa langkah “Alvin itu bodoh, dia fikir lo kayak Sivia yang mudah dibodoh-bodohi.. gue tau lo cewek yang cerdas dan baik. Lo gak pantes buat Alvin! Lo bisa pergi dari dia sekarang juga.”


Shilla mengerutkan keningnya “Sivia?” nama itu sepertinya sudah tidak asing lagi ditelinga Shilla, Alvin suka salah menyebutkan nama, dan malah memanggilnya Sivia. Siapa gadis bernama Sivia itu?


“Alvin tentu belum menceritakannya.. dia sungguh naif” Cakka tersenyum licik


Tiba-tiba Shilla merasa tambah marah pada Cakka, mungkin karena dia telah menjelek-jelekan kekasihnya atau karena dia percaya dan tidak ingin mendengar tentang Alvin lagi. “stop! Gue percaya Alvin, dan gue gak percaya sama lo!”


“okelah.. ternyata yang gue omongin barusan itu salah” Shilla tersenyum puas, sedangkan Cakka belum selesai berbicara “lo sama bodohnya sama Sivia!”Cakka berbicara seakan tidak ada beban, matanya yang tajam tidak tergerak untuk mengalihkan pandangannya dari wajah Shilla.


Dan saat itu juga, tangan Shilla mendarat tepat dipipi kiri Cakka, entahlah dia juga tidak pernah berfikiran kalau dia akan menampar Cakka. Tangan Shilla terasa sakit, Cakkapun pasti bisa merasakan seberapa keras dan kuatnya tamparan Shilla, sampai-sampai wajahnya berubah posisi menghadap kesamping kanan. Cakka memutar kepalanya menghadap Shilla. Dia menatapnya lekat lebih dari yang tadi, matanya mulai terlihat licik.


“okelah, terserah lo aja. Oh iya, lo nyari Alvin kan? Gue uda bunuh dia semalam. Jadi gak usah repot-repot nyariin dia” Shilla terbelalalak, ini sulit dipercaya, namun Shilla tau Cakka tidak pernah main-main dengan ucapannya. Tapi dia ingin meyakinkan dirinya bahwa Cakka sedang bercanda.


Shilla tiba-tiba ambruk, kakinya lemas. Tapi dia masih tersadar. Dia menangis sesegukan dan menatap cincin pemberian Alvin dijari manisnya. “Alvin” dia berkata lirih lalu menciumi cincin itu.


“lo bohooooong!!” Shilla berteriak, namun percuma Cakka sudah menghilang entah kemana. Dia menghilang begitu cepat. Dia memang aneh.


 Angin kembali bergemuruh. Namun suasana lebih hening dari tadi, suasana semakin mencekam dan semuanya seakan tidak peduli pada Shilla yang tengah didera kesedihan yang teramat dalam.


Dimana Alvin sesungguhnya?
Sudah matikah dia?
***








temukan jawabannya di part selanjutnya ..

0 komentar:

Posting Komentar

 

When You Close Your Eyes Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template