Sabtu, 24 September 2011

MIRAGE (musim dingin yang tak kenal ampun : part 2)

Senja menjelang, matahari bersinar tidak begitu terik. Langit menampakan kecerahan yang alami, sungguh indah. Namun Shilla enggan mengangkat wajahnyanya menghadap langit. Dia masih menangis ditengah nisan-nisan yang terlihat seperti mengawasinya. Angin masih bergemuruh, merontokan daun-daun kering yang berjatuhan tidak beraturan. Shilla memeluk lututnya.

“Alvin~” dia berucap lirih, dia ingin meyakinkan diri bahwa Alvin masih hidup. Cakka berbohong! Ya Cakka berbohong. Dia hanya ingin membuat Shilla menyerah. Menyerah mencari Alvin atau menyerah mencintai Alvin.

Kini keyakinannya utuh. Alvin masih hidup! Shilla sangat yakin Alvin masih hidup, hanya saja Cakka tengah menyergapnya, atau apalah Shilla tidak tahu.

Shilla berdiri, kepalanya terasa pening. Sekelilingnya terasa berputar “aku harus mencari Alvin” dia berjalan dengan gontai menuju jalan besar, dengan susah payah Shilla sampai ditepi jalanan yang sepi, tidak ada siapapun. Dia hanya sendiri ditemani angin kencang yang menderu derai tidak mengenal ampun.

Langit dengan cepat berubah menjadi keabuan, awan hitam menyelimuti angkasa. Angin bertambah menderu dan bergemuruh. Suasana semakin menyeramkan. Keheningan mencekam sekitar kuburan dan jalanan.

“Alviiiinn!!” Shilla berteriak ditengah jalan. Percuma, tidak ada yang mendengar, tidak ada seorangpun yang bisa mendengarnya!

Angin berubah menjadi dingin, malah sangat dingin. Shilla memeluk tubuhnya sendiri, rambut panjangnya berkibar mengikuti gerak angin. Dia tidak menyerah, sampai akhirnya dia merasakan lelah yang teramat sangat.

Shilla menghentikan langkahnya dan duduk ditepi jalan aspal yang sepi itu “kenapa gue nyari Alvin? Alvin tentu bakal nyariin gue, gue tinggal nunggu dia disini. Alvin gak akan ngebiarin gue sendiri, gak akan ngebiarin gue sakit” dia memeluk lututnya, ini membuatnya lebih hangat.

Dia merasakan Alvin ada didekatnya, disampingnya. “Alvin, jangan pergi lagi, aku gak mau jauh dari kamu” Shilla menyandarkan kepalanya dipundak Alvin. Namun tiba-tiba Alvin mengguncang-guncangkan tubuhnya. Ada apa dengan Alvin? “Shilla bangun” ujar Alvin, dia tidak mengerti, pasti Alvin sudah mengetahui kalau Shilla sadar dan sudah bangun dari tadi. Kenapa Alvin menjadi aneh? “Shilla bangun” Alvin berujar lagi sambil terus mengguncang tubuhnya. Tatapan mata Alvin yang tajam memaksanya untuk berdiri..

“ayolah Shil bangun.. kita gak mungkin ngegendong lo” Shilla mengerjapkan matanya. Samar-samar dia melihat Ify tengah berusaha membuatnya bangkit.

“ngapain lo disini?”

“ngebantuin gue, nyariin lo” Pricilla gadis lain yang tegah berdiri diambang pintu mobil menatap Shilla kesal “Bagus ya lo, kabur dari sekolah dan malah pergi kekuburan. Ngapain sih?”

Seharusnya Pricill tau, Shilla mencari Alvin.

“lo nyari Alvin?” Shilla tidak menjawab.

Ify memapah Shilla yang agak berat melangkah, dengan tulus gadis itu membantu Shilla yang tengah kehilangan tenaga. Pricill membuka pintu mobil. Udara di dalam mobil terasa sedikit hangat, namun tentu juga terasa pengap.
Alvin? Shilla memijit-mijit dahinya yang terasa pusing mengingat lelaki itu. Ya dia mencarinya namun bukankah Alvin bersamanya tadi? Dan dia pergi setelah Ify dan Pricill datang. Atau dia hanya bermimpi bertemu Alvin?

“lo gak papa?” Shilla hanya menggeleng sambil tersenyum tipis pasa kedua sahabatnya. Dia ingin menunjukan kalau dia tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.

Alvin tidak ada, dia tidak datang. Mungkin Shilla harus kembali mencari Alvin, mungkin benar, Alvin tengah disekap disuatu tempat yang tersembunyi dan Shilla tidak bisa menemuinya. Maka Shilla harus menemukan Alvin terlebih dahulu.

“Alviinn ...” hatinya terus memangil lelaki nama itu

---

Tante Lidya sudah menanti Shilla didepan pintu dia sudah mendapatkan kabar bahwa Shilla menghilang dari sekolah. Dia khawatir Shilla akan seperti Dea.

“aku gak papa tante” belum juga tante Lidya bertanya sesuatu, Shilla sudah menjawab. Namun dia tentu bisa menebak, tante Lidya akan menanyakan keadaanya.

Tante Lidya menatap Shilla sayu, Shilla sudah setengah beku, kulitnya pucat dan bibirnya biru. Semua orang sudah bisa menebak kalau Shilla mencari Alvin begitu juga tante Lidya. Dari dulu tante Lidya tidak suka pada Alvin dan tidak pernah setuju Shilla berpacaran dengan Alvin.

Cuaca semakin dingin, butiran-butiran putih berjatuhan dari langit. Musim dingin telah dimulai, musim yang tak kenal ampun akan segera dihadapi. Musim dimana sebuah kekuatan akan terbangkitkan. Kekuataan yang mana tidak sembarang orang yang dapat mengetahuinya, dan Shilla akan mengetahuinya.

“lo nyari Alvin?” lagi-lagi pertanyaan itu terlontar dari mulut Ify. Dia belum puas sebelum Shilla menyatakan dengan tegas.

Shilla hanya tersenyum dia berjalan kearah jendela dan menutupnya dengan rapat, sehingga angin tidak dapat memasuki kamarnya seperti tadi.

“iya” kali ini dia berbicara tegas, seperti mendapat kekuatan atau dia sudah pulih pada keadaan semula.

“lo gila, ngapain nyariin dia dikuburan?” Shilla hanya tersenyum, sesungguhnya dia mengetahuinya dari Ify. Entah bagaimana Ify seperti mempunyai kekuatan supernatural dan bisa meramalkan masa depan, atau apalah itu..

“yah, gue percaya kok, walau lo gak menuin dia kan?” Pricilla mencibir “btw bener ya Alvin yang ngebunuh Dea? Makanya dia ngilang?” tatapan Shilla tiba-tiba menjadi tajam, lebih tajam daripada pedang. Dia menatap Pricilla bak elang menatap mangsanya.

“nggak! Alvin gak ngebunuh siapapun. Dia sekarang diculik dan yang nyulik Alvin, dia itu yang ngebunuh Dea, dia cuma mau ngebuat Alvin seakan salah dimata orang-orang” Ify dan Pricill saling bertatapan, mungkin mereka setuju. Mereka selalu mempercayai sahabatnya itu.

“trus lo tau yang nyulik Alvin siapa?” Cakka! Namun Shilla tidak bisa menyebutkan nama itu. Tidak bisa!!

“siapa Shil?” Shilla diam, ini sulit. Dia belum punya bukti kalo Cakka bersalah, dia licik, namun bukankah Dea mati dengan tidak wajar? tapi tentu dia yakin Cakka pelakunya.

“sorry, gue belum bisa ngasih tau kalian. Gue belum punya bukti tapi gue yakin”

“it’s ok, gak papa. Toh nanti juga kita tau siapa yang salah” Pricill tersenyum datar lalu meneguk air dalam gelasnya.

---

Untuk beberapa saat mereka bertiga saling diam. Mungkin mereka tengah asyik mengobrol dengan diri mereka sendiri dibanding dengan orang lain. Ify dan Pricilla menginap dikediaman Shilla malam ini, tentu dengan alasan salju turun begitu ganas, dan mereka berdua tidak berani menantangnya. Walau Shilla tau ini ulah tante Lidya agar Ify dan Pricill menjaganya supaya dia tidak kabur.

“mm, kalian mau bantuin gue gak?” pandangan Ify bertemu dengan mata Pricilla. Lalu mereka mengalihkan pandangan pada Shilla.

“kita bisa bantu apa?”

“bantu gue nemuin Alvin, Cuma dia satu-satunya kunci yang tau siapa yang ngebunuh Dea, bukankah dia saksi mata satu-satunya”

Atau tersangka?

“tapi kita gak bisa ngapa-ngapain, lo gak liat salju ganas banget?, lagian kita gak punya satupun petunjuk tentang keberadaan Alvin” Shilla menarik nafas dalam, dia menggenggam tangan Ify

“lo bisa nemuin petunjuk itu” kedua alis Ify saling menyatu

“gimana caranya?”

“Fy, gue tau lo punya kekuatan supernatural, lo bisa ngeliat sesuatu tentang masa depan. Lo bisa temuin Alvin dengan kekuatan lo” Ify terdiam, Pricilla menatap Ify dan Shilla secara bergantian, mengapa dia tidak tahu? Atau dia kurang peka?

“gue kira lo gak percaya tentang kekuatan supernatural itu, gue pikir gue itu aneh, gue sendiri gak sadar” Ify tersenyum pahit, matanya yang agak kecokelatan terlihan sayu.dia memeluk lututnya sendiri

“gue percaya kok, menurut lo kenapa gue pergi kekuburan kalo gue gak percaya sama ramalan lo waktu pas di kantin, walau akhirnya gue gak nemuin Alvin dan lo uda ngeramalin Dea akan mati, bukannya begitu? Lagi pula gue bersedia mempercayai apapun jika memang itu bisa ngebantu gue nemuin Alvin. Kesempatan apapun tentu akan gue ambil”

“he hey hey.. kok gue baru sadar ya kalo Ify punya kekuatan kayak gitu? Oh ya lo juga yang ngasih tau kalo Shilla dikuburan kan?” sedari tadi Pricill bingung tentang apa yang dibicarakan kedua sahabatnya, dia tidak menyadari kalau Ify mempunyai kekuatan aneh, atau bisa dikatakan luar biasa.

Ify semakin meringkukan badannya yang mungil tanpa memperdulikan komentar Pricilla “Shill lo gak ngerti” ucapnya memelas. “gue gak terlatih, gue gak bisa ngendaliin kekuatan ini. dan~ dan Ini bukan permainan Shil, semakin lo menggunakan kekuatan ini, kekuatan itu semakin menggunakan lo. Pada akhirnya kekuatan ini akan menggunakan lo setiap saat, entah mau atau nggak. Kekuatan ini berbahaya”

Shilla berdiri dan berjalan menuju meja riasnya, pandangannya tertuju pada meja rias itu, walau dia tidak sungguh-sungguh memperhatikan meja tersebut. Dan pada akhirnya Shilla memutar badan “lo bener ini bukan permainan, dan gue ngerti ini bahaya. Tapi ini bukan permainan lagi buat Alvin. Gue yakin dia ada di suatu tempat di luar sana, kesakitan dan nggak ada yang membantunya, bahkan nggak ada yang mencarinya kecuali musuh-musuhnya. Bisa jadi dia sedang sekarat atau bahkan dia bisa jadi ...” tenggorokan Shilla tercekat. Shilla menundukan kepala dan menarik nafas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Saat dia mengangkat wajah Shilla melihat Pricilla sedang menatap Ify.

Ify lalu meluruskan kakinya dan berdiri, mata cokelatnya terlihat suram saat bertemu mata Shilla. “kita butuh lilin” hanya itu yang diucapkan Ify.

Lalu korek api disulutkan diatas sumbu, percikan api berpendar di kegelapan, lalu lilin menyala dengan kuat dan terang. Saat Ify menundukan kepalanya kearah lilin itu, cahaya keemasan menerangi wajahnya yang pucat itu.

“gue butuh kalian buat ngebantu gue memusatkan perhatian” ucapnya “tatap api lilinnya dan pikirkan Alvin. Bayangkan dirinya di benak kalian. Tidak peduli apa yang terjadi terus tatap apinya, dan apapun yang kalian lakukan, jangan katakan apapun”

Shilla mengangguk, kini didalam ruangan itu tidak ada suara apapun kecuali suara nafas mereka. Api berpedar menari memancarkan cahaya ke arah tiga gadis yang tengah duduk bersila disekelilingnya. Dengan mata terpejam, Ify bernapas dengan perlahan dan dalam seperti seseorang yang sedan terlelap.

Alvin.. pikir Shilla, dia membayangkan Alvin dalam benaknya, berusaha memanggil Alvin dengan seluruh indranya. Kulitnya yang dingin matanya yang hijau, suaranya yang lembut, senyumnya yang menawan, walau Shilla tau ada sesuatu tersembunyi didalam senyum Alvin, sebuah kesedihan.. oh Alvin ...

Kelopak mata Ify bergerak-gerak dan nafasnya semakin cepat. Seperti seseorang yang tengah tertidur dan mengalami mimpi buruk. Shilla mencoba tenang dan semakin fokus menatap api dihadapannya. Namun Shilla benar-benar merinding saat Ify memecah keheningan.

Pertama-tama Ify mengeluarkan erangan seperti seorang yang sedang kesakitan. Lalu nafasnya tersengal-sengal dan dia mulai bicara. “sendirian...” ucap Ify, Shilla semakin lekat menatap api didepannya. “sendiran... didalam kegelapan...” suaranya terdengar jauh dan tersiksa.

Suasana hening kembali. Lalu, Ify mulai berbicara dengan cepat.

“gelap dan dingin... Dan aku sendirian.. ada sesuatu dibelakangku.. bergigi dan keras tadinya terasa sakit, tapi sekarang tidak lagi, sekarang aku mati rasa karena disini dingin, sangat dingin..” tubuh Ify berputar seperti sedang menghindari seseatu, lalu tiba-tiba dia tertawa, gelak tawanya menyeramkan hampir mirip dengan sebuah isak tangis, atau itu memang isak tangis “rasanya lucu, aku tidak pernah menyangka akan  bener-benar ingin melihat matahari, disini selalu gelap dan dingin. Tergenang air dingin sampai ke leher. Itu juga lucu, air dimana-mana namun aku kehausan .. begitu kehausan.. sakiit..”

Shilla merasakan sesuatu menghujam jantungnya. Ify berada di benak Alvin. Alvin, beritahu kami dimana kamu berada, pikir Shilla putus asa. Lihat sekelilingmu dan ceritakan apa yang kamu lihat.

“haus.. aku butuh kehidupaaan..”

***
apa yang terjadi pada Alvin?
dimanakah dia sekarang??
temukan jawabannya di part 3 -___-

Rabu, 21 September 2011

BERSAMAKU (part 1)



Ify melangkahkan kakinya perlahan, wajahnya tertunduk membuat kacamatanya terus merosot. Berkali-kali gadis itu membenarkan posisi kacamata besarnya diatas hidung. Dia sedikit melirik kesekeliling dan semuanya terlihat normal, hanya saja suasananya yang sepi dan mencekam sangat mengganggu perasaannya. Sesungguhnya tidak ada yang aneh, mungkin semua murid tengah belajar dengan khusyuk sehingga tidak ada suara riuh yang terdengar.
Mungkin hanya perasaanya...
“ify, ayo cepat!” wanita paruh baya di depannya melirik Ify dan terlihat kesal dengan gerkannya yang lambat. Ify sedikit terperanjat mendengar suara wanita itu yang memekik.
“iya bu” gadis itu melangkah lebih cepat, dan membenarkan posisi kacamatanya yang melorot untuk kesekian kali. Dia mencoba menepis semua hal negatif dalam fikirannya. Dia mencoba untuk tenang dan fokus.
Mencoba untuk positive thinking..
###
Sedangkan 30 pasang mata memperhatikannya. Kepala Ify tertunduk, urat tubuhnya seakan menegang, hatinya berdebar, dan suhu tubuhnya secara tiba-tiba menurun.
“ayo, perkenalkan dirimu!” Ify menatap wanita disampingnya dengan tatapan memelas. Namun ia hanya tersenyum dan membuat Ify harus berbicara didepan orang banyak saat ini, dan gadis itu tidak yakin bisa melakukannya.
“ayo!” lagi-lagi wanita yang tak lain adalah wali kelasnya memperingati agar Ify segera bicara.
Ify menarik nafas dan mengangkat wajah, dia menatap sekeliling dan semuanya terlihat biasa. Dia mulai membuka mulut dan bicara.
“nama saya ...”  kalimatnya terhenti, tidak dia inginkan. Matanya menatap bangku paling belakang dengan ketakutan. Semua mata mengikuti pandangan Ify namun mereka terliahat biasa saja. Tidak ada yang aneh maupun istimewa.
Nafas Ify tersengal dan membuatnya tersedak.
“uhuk.. uhuk..” dia terbatuk dan akhirnya pingsan. Wali kelasnya terlihat panik dan menyuruh anak laki-laki untuk membawanya ke ruang UKS.
Mungkin apa yang Ify lihat tadi, hanya dia yang tahu. Hanya dia yang bisa merasakan kehadiran sosok lain dikelas barunya. Sosok lain yang seharusnya tidak ada.
###
Ify memasuki ruang kelasnya yang baru, hanya sekitar 29 menit dia tidak sadarkan diri.
terlihat semua mata memandang aneh kearahnya. Ify hanya bisa menundukan kepala saat bertemu pandang dengan mereka.
Dia juga merasa begitu, dia merasa aneh. Ada apa?
‘mungkin tidak sepantasnya aku disini? Aku berbeda!’
“eh Ify, sini! Lo duduk sama gue” Ify menoleh, seorang gadis sebayanya tengah tersenyum sambil menunjuk kebangku yang dia katakan adalah bangku Ify.
Ify langsung saja duduk dia hanya tersenyum pada teman sebangkunya, tanpa mengucapkan sepatah katapun.
“hey lo tadi kenapa?” gadis itu menepuk pundak Ify, Ify sedikit terperanjat lalu menoleh.
“eh sorry.. hehe lo kaget yak? O iya gue Sivia, panggil aja Via” gadis bernama via itu seakan tak pernah lepas dri senyum manisnya. Sedangkan Ify hanya diam tk banyak bicara.
“iya gakpapa kok” Ify tersenyum
Untuk beberapa saat mereka berdua terdiam, entah.. mungkin tidak ada obrolan yang menarik, atau Sivia bosan karena mendapat teman sebangu yang pendiam, sedangkan dia sendiri heboh dan cerewet.
“via..” gadis itu menoleh, wajahnya menghadap Ify. Tidak disangka, Ify akan me
“iya ada apa Fy?”
“apa kamu berfikiran aku itu aneh?” sivia menyipitkan matanya dan sedikit menyunggingkan senyuman yang datar. Ify terlihat tidak sabar menanti jawaban Sivia. Dia menatap via penuh harap. Sebenarnya dia tidak tahu mengapa pertanyaan ini begitu saja terlontar dari mulutnya.
“menurut lo sendiri, Lo kayak gimana?” Ify menatap Sivia lekat, dia tidak menyangka gadis itu akan balik bertanya. Ify mengembuskan nafas dengan kasar, dia tidak tahu harus menjawab apa.
“mm.. ya! aku merasa aneh di depan kalian...” Ify menundukan kepala, wajahnya memancarkan kesedihan dan pandangannya mulai berkabut.
“lo sendiri nganggep diri lo aneh, gimana orang lain Fy” Sivia menatap Ify kasihan, Ify hanya menunduk. Tak sanggup menatap mata via yang seaakan menusuknya.
“tapi aku berbeda via, aku... aku... sudahlah” Ify menyerah.. tanpa ingin menjelaskan keadaan dirinya. Walau sebenarnya dia ingin, tapi percuma.
###
Jam pelajaran sedang kosong, anak-anak ribut tidak karuan. Ada yang tidur, mendengarkan musik, ngobrol, makan, baca novel, dan sebagainya. Sedangkan Sivia tengah asik membaca novel, Ify sendiri hanya melamun sambil membolak-balikan pensilnya hingga tanpa sadar pensil tersebut terlempar. Gadis itu berdecak kesal dan berniat untuk mengambilnya, namun tangan lain telah mendahului, tangan yang pucat pasi seperti kertas. Ify refleks mengangkat wajahnya untuk melihat wajah sang pemilik tangan. Seketika dia menjerit. Kelas menjadi hening dan semua mata melihat Ify aneh, sebagian menatapnya dengan tatapan tajam. Ify tidak menghiaraukan, dia terkulai lemas tanpa sepatah kata. Dia shock! Sedangkan sosok itu sangat jelas didepan wajahnya, sosok yang hampir mirip dengan mayat hidup dengan kulit pucat dan muka yang penuh dengan luka goresan.
“eh lo bisa gak, gak bikin kaget orang?” Ify menoleh kepemilik suara, lalu menatap kedepan lagi. Sosok itu menghilang!
“maaf!” Ify merundukan kepala, lalu berjalan menuju bangkunya dengan langkah gontai ‘mungkin hanya halusinasi’ fikirnya.. suara riuh rendah mulai terdengar, lalu menjadi ribut kembali
“ada apa Fy?” sivia menatap Ify dalam, Ify mengangkat bahunya..
“keanehan!” Ify tersenyum pait sembari membenarkan posisi kacamatanya.
“maksudnya?” sivia menutup novel ditanganya sambil menatap Ify heran. Kedua alisnya saling bertemu.
“aku sudah bilang, aku itu aneh!” Ify tersenyum penuh makna.
###

Sudah hampir setengah jam hujan tidak juga reda, anak-anak yang lain telah bosan menunggu dan memutuskan untuk pulang dengan berhujan-hujanan namun, Ify lebih memilih untuk kembali kesekolah dan menunggu diperpustakaan.

Dia berjalan di koridor, sepi dan hening. hanya ada segelintir orang-orang berlalu lalang, itupun tak ada yang Ify kenal. dan sayup-sayup suara angin lebih menusuk telinganya daripada suara apupun saat ini..


lalu...
langkah kakinya terhenti. 
entah...
suara perempuan menangis menyergap telinganya, bercampur dengan riuh. dia melirik ke arah toilet yang telah dia lalui beberapa langkah, gadis itu mencoba tidak menghiraukan dan pura-pura tidak mendengar.
namun...
suaranya sungguh pilu, dan pedih. hati Ifypun tergerak untuk melihat siapa yang tengah menangis seperti itu.


KREEEKK!!


suara pintu dibuka terdengar memekik, Ify melihat lihat sekeliling. dan seorang perempuan sekitar sebayanya duduk disudut ruangan sambil memeluk lutut. bajunya lusuh dan rambutnya acak-acakan, isakannya memelan kala Ify berada disana.


dengan ragu, Ify melangkah sedemikian rupa agar suara langkah kakinya tidak menggangu atau sejenisnya, dia semakin dekat dan dekat. lalu tangannya terjulur untuk menyentuh perempuan itu, tangannya bergetar, seperti biasanya. kacamatanya melorot dan hampir jatuh. gadis itu menarik nafas, dan tangannya teleah menyentuh perempuan itu.


"kenapa?" tanyanya penuh rasa iba, perempuan itu hanya terisak.


"ada yang bisa saya bantu?" tanya Ify lagi. perempuan itu diam! tanpa kata, isakan, maupun angin.


"aku..." suaranya parau, hampir menghilang. "aku tidak punya teman, aku ingin kamu menjadi temanku, aku ingin kamu menemaniku". Ify mengerutkan keningnya tidak mengerti.


"maksud kamu?"


"aku ingin kamu disini bersamaku"


...


"bersamaku ...." perempuan itu mengangkat wajah dan tersenyum kecil. Ify hampir akan menjerit. tapi kata-katanya tertelan kembali dia tercekat dan tidak bisa bergerak.

Sabtu, 10 September 2011

Aku Ingin Sekali

apa yang kuharapkan telah kandas,
hanya kekecewaan dan keputus asaan  yang dapat aku rasa.
kini musnah sudah,
apa yang aku impikan tak dapat diharapkan lagi.
mungkin begini seharusnya,
mungkin inilah yang semestinya.
aku memang tidak pantas,
tapi aku ingin, aku ingin sekali . . .

Rabu, 07 September 2011

MIRAGE (sebuah rahasia yang terungkap : part 7)

Shilla masih memandangi mereka dengan tajam. Sesekali dia menyeka air mata yang tak dapat dia bendung lagi. Dia menangis, walau hanya beberapa tetes air mata.

Cakka, lelaki itu tidak terlihat seperti biasanya, matanya yang penuh teka-teki berubah menjadi kelabu. Entahlah, sepertinya dia menyesal telah membunuh Alvin.

“Cakka... apa lo yang uda ngebunuh Alvin?” suara Shilla tegas, namun terdapat isakan disela kalimatnya. Cakka menatap Shilla sekejap, lalu dia melenggang menuju jendela dengan tenang. Dia menatap langit dengan pandangan menerawang.

“menurutmu?”

Bibir Shilla bergetar, gadis itu menatap Cakka dengan tajam seakan ingin menusuk jantung lelaki itu dengan tatapannya.

“Shill, lo kenapa sih? Alvin pantas mati. Dia hampir ngebunuh lo Shil, lo inget kan?!” tiba-tiba Pricilla ikut berteriak. Suaranya memekik, memecah keheningan yang berlangsung cepat. Namun percuma Shilla tidak mendengarkan ocehan Pricilla. Dia tetap menatap Cakka seperti itu.

“ya, aku membunuh Alvin,kenapa? apa kamu marah padaku Shilla?”

Gadis itu gusar, lalu dia mencopot selang infus ditangannya, dan melenggang menghampiri Cakka. Kedua sahabatnya tidak bisa mencegah, dan Cakka hanya diam ditempat, menunggu gadis itu datang dan menanti apa yang akan dia lakukan. Mungkin menamparnya atau mungkin membunuhnya.

Langkah Shilla terlihat sangat berat, gerakannya lamban dan sempoyongan. Namun perlahan gadis itu telah berdiri didepan Cakka.

Waktu seakan berhenti berputar, Shilla diam seribu bahasa. Namun tatapannya lebih dari kata-kata. Cakka hanya diam, seolah tenang dan tau bahwa semuanya akan baik-baik saja.

“kenapa kamu membunuh Alvin?” nada suaranya lirih, hampir samar oleh deruan angin musim dingin. Cakka tidak menjawab, dia hanya tersenyum.

“apa kamu ingin melindungiku?”

“atau kamu tidak ingin siapapun menyakitiku?”

“atau kamu ingin melihat aku menderita dengan membunuhnya”

“atau...”

“aku hanya ingin menghentikannya!”

Shilla diam, suasana menjadi sepi kembali. Pricilla dan Ify hanya melihat keduanya seperti menonton sebuah film, entah film romantis atau horor yang mereka bayangkan.

“menghentikan apa? Dia baik-baik saja. Kamu hanya membuatku tambah menderita. AKU MENCINTAI ALVIN!! Siapapun dia!”

“kamu mencintai pembunuh Shilla?”

“kamu pembunuhnya! Kamu membunuh Alvin!”

“Alvin juga membunuh! Dia membunuh warga kota, membunuh temanmu, membunuh orang tuamu, dan dia hampir membunuh kamu juga sahabat-sahabatmu! Jadi siapa yang lebih pembunuh. Dia atau aku?” Cakka sedikit berteriak, lalu dia mengambil nafas dan menghembuskannya perlahan.

“apa kamu bilang? Orang tuaku?.........” Shilla terlihat tidak percya dan perlahan wajahnya menunjukan bahwa gadis iti sedih, dia lalu teringat pada sosok orang tuanya walau wajah-wajah itu sudah samar .. Shilla masih bisa mengingat senyuman mereka, gadis itu kehilangan orang tuanya sejak berumur 5 tahun. Mereka dibunuh saat tengah malam. Polisi menduga, itu pembunuhan akibat balas dendam. Karena tidak ada berang berharga apapun yang menghilang.

“iya, orang tuamu... kamu pasti tau sendiri perbedaan usiamu dengan Alvin.. hh.. kamu tidak tau ya dia membenci keluargamu” Shilla mengerutkan dahi, dan itu artinya gadis itu bertanya ‘mengapa?’

“ Dia mencintai ibumu dan ibu kamupun begitu, mereka pacaran, dan saat ibumu mengetahui Alvin adalah vampire dia jadi menghindar dari Alvin dan mulai menjauhinya, dan pada akhirnya mereka putus. Alvin tidak menerima, dia sangat menyayangi ibumu dan tidak ingin melepaskannya. Alvin lalu pergi ke italia, entah untuk apa aku tidak tahu dan saat kembali kesini dia mendapati ibumu sudah menikah dengan lelaki lain dan dia sudah mempunyai anak yaitu kamu, dia marah.. lalu berencana membunuh keluargamu...beserta kamu...”

“lalu kenapa dia tidak membunuhku?  Orang tuaku mati bukan karena gigitan vampire ko, jadi aku pikir bukan Alvin yang membunuh mereka!”

“dia memang tidak membunuh mereka dengan taringnya, dia memakai parang. Bahkan dia bilang padaku, bahwa dia tidak sudi meminum darah ibumu juga ayahmu. soal dia tidak membunuh kamu dia bilang dia punya rencana dan inilah rencananya... rencananya sukses, Alvin telah membuatmu jatuh cinta padanya...namun sayang, hasratnya untuk membunuhmu harus selesai ditanganku, aku menghentikannya! Aku hanya ingin menghentikannya Shilla..”
“Oh ya, apa kamu ingat Sivia Shilla? Dia itu ibumuu... via.. Sivia” dan ya, Shilla tidak pernah berfikiran bahwa ibunya bernama lengkap Sivia. Dia hanya mengenalnya dengan nama Via saja.. ‘oh tuhaaann’

Shilla terdiam... matanya kini berubah menjadi sayu, dia ingin menangis. Tapi entahlah, sepertinya air matanya sudah habis, dia sudah lelah menangis, menangis hanya membuatnya terlihat lemah, hanya membuatnya seakan tak berdaya.. namun dadanya sesak jika tidak menangis.. dia menarik nafas, dan butiran air bening mengalir dipipinya.. Ify dan Pricilla ikut terhanyut, sedangkan Cakka hanya terdiam tanpa berusaha menghentikan laju air mata yang semamkin deras dipipi gadis bernama Shilla itu...


THE END~


Sabtu, 03 September 2011

MIRAGE (dia pembunuhnya : part 6)

Salju kini lebih deras dari kemarin, dan ya hal itu membuat Shilla harus menggunakan baju hangat yang sangat tebal. Dia begitu saja meninggalkan rumahnya menuju mobil Alvin.

“maaf ya lama” Alvin hanya tersenyum, lelaki itu tidak berbicara saat bersama Shilla.

Setelah sampai disekolah, Alvin hanya diam di dalam mobilnya. Dia bahkan tidak membukakan pintu mobil untuk Shilla seperti biasanya. ‘ada apa?’

“kamu...” kalimat Shilla begitu saja terpotong oleh ucapan Alvin

“aku ada urusan dulu, kamu duluan aja yah” Shilla memandangnya aneh, hari ini Alvin sangat berbeda

“oke, hati-hati ya Vin” Shilla melambaikan tanggannya hingga mobil Alvin benar-benar menghilang

---
Hampir semua orang yang bertemu Shilla hari ini tampak aneh, bisanya anak-anak satu sekolahnya tersenyum ramah dan menyapa jika bertemu. Namun sekarang mereka malah saling mengalihkan pandangan saat Shilla memergoki mereka yang sedang menatap Shilla dengan tatapan sinis.

“ada apa? kenapa rasanya semua orang ngeliat gue kayak gitu?” Shilla meletakan tasnya begitu saja diatas meja, Ify menatapnya penuh belas kasih

“lo belum tau?” kening Shilla berkerut, Ify dan Peicilla saling berpandangan.

“tau apa? apa yang gue gak tau?”

“semua anak-anak udah kemakan omongannya si Febby, mereka fikir Alvin pembunuh, atau kalo gak lo yang pembunuh, atau lo berdua pembunuh” Ify menjelaskan. Shilla terdiam.

“atau ya.. reputasi lo ancur karena lo pacaran  sama pembunuh”

Shilla melotot, biji matanya hampir keluar semua. Dia menatap Pricilla dengan tajam “jadi menurut lo Alvin pembunuh gitu?”

“trus menurut lo siapa yang ngebunuh Dea? Lo tau, tapi gak pernah cerita sama kita”

Tiba-tiba dada Shilla terasa sesak, entah kenapa kata-kata Pricill berhasil menusuknya. Pricilla heran dengan Shilla yang terlihat begitu sulit bernafas.

“Shill lo kenapa?” Pricilla dan Ify mulai panik

“eeu.. gu..ee gapapa. Okeh okeh.. hh..” dia menarik nafas mencoba merilekskan saluran pernafasannya.

“yang ngbunuh Dea itu ...” Shilla tidak melanjutkan kata-katanya, dia teringat ucapan Cakka bahwa bukan dia yang membunuh Dea tapi Alvin.. dan Shilla menjdi tidak yakin apa yang harus dia katakan.

“gue.. gue gak tau” Shilla menaruh tangannya diatas meja, dia merundukan kepala “yah mungkin memang Alvin”

“ada apa Shilla? Kenapa lo kayak gini sih? Lo ada masalah?”

“kenapa? gue gapapa” Shilla mengangkat wajahnya, dan mencoba menggoreskan senyum dibibirnya.

“apa menurut kalian Alvin yang ngebunuh Dea?”

“iya, dia juga hampir ngebunuh lo kan?” Shilla dan Ify menatap Pricilla secara bersamaan.

“gausah ngeliatin gue kayak gitu napa? Hahaha.. iya Alvin itu penghisap darah, dia bukan manusia biasa, iya kan?. Gue pernah mergokin dia ngisep darah lo waktu ..”

“stop!” Alvin memang bukan manusia, batin Shilla

“sorry Shil, gue Cuma..” Pricilla mencoba menenangkan Shilla yang terlihat stres

“tunggu, maksud lo Alvin vampire?” Ify memekik. Pricilla menatapnya seakan memberikan peringatan, Ify langsung terdiam

Dada Shilla terasa sesak lagi, harusnya Shilla tau, harusnya dia tau kalau pricilla ...

“Shill, lo gapapa Shil, Shil, jawab gue!”

---

Shilla membuka matanya perlahan, dia tidak menemui Pricilla ataupun Ify. Dia menatap sekeliling dan dia tengah berada ditempat yang sudah tidak asing lagi baginya.

“kamu sudah sadar sayang?” Alvin? Suara hati Shilla memekik. ya ini memang rumah Alvin. dan Alvin kini tengah menghampiri Shilla, dia tampak.. tampak menyeramkan. Tatapannya beda dengan biasanya, tampak licik dan kejam.

“kenapa aku ada disini vin? Pricilla dan Ify mana?” dia menatap sekeliling mencoba menerawang seisi rumah untuk menemukan kedua sahabatnya.

“apa kamu tidak berfikir aku telah membunuh mereka?” kening Shilla berkerut

“kamu membunuh mereka vin?”

“ya, bukankah kamu fikir aku itu pembunuh” Shilla terkejut dengn apa yang lvin bicarakan barusan. ini seperti sosok gelap Alvin. dia terlihat sangat kejam

Shilla diam.

“kamu lebih percaya omongan laki-laki keparat itu daripada aku" .. "dan teman-temanmu itu sudah tau kalau aku itu vampire. Terpaksa deh aku ngebunuh mereka”

“vin!” Shilla melotot, Alvin malah menghiraukan Shilla yang terlihat sangat marah.

“oh iya, seluruh isi sekolah sepertinya sudah berasumsi aku pembunuhnya, dan kamu pasti kena dampaknya. Maaf ya sayang” Alvin menyentuh leher Shilla perlahan, menatapnya dengan penuh nafsu.

“kamu mau membunuh aku juga vin?” mimik Shilla berubah menjadi memelas, ia berharap bisa melarikn diri walau itu tidak mungkin. Alvin yang dia kenal sudah berubah menjadi monster

“kenapa tidak?aku sudah membunuh Sivia, Dea, Ify, Pricilla, dan kenpa aku tidak berani membunuh kamu Shilla, kamu itu .. lebih manis dari yang aku kira”

“vin!”

“oh iya.. ada kata terakhir sayang?” Shilla diam mematung. Entah kenapa dia tidak bisa melawan.. walau sebenarnmya dia ingin berontak dengan apa yang Alvin lakukan.

“ok tidak ada. Baiklah..” Alvin dengan cepat menjadi ganas, dia membuat Shilla merasakan sakit lebih dari yang pernah dia rasakan..

“arghhh.. Alvin lo .. bajingan..” Shilla mengerang, seluruh tubuhnya mengejang. Kali ini dia benar-benar merasakan dia akan mati.

Tiba-tiba, seseorang menarik tubuh Alvin menjuh dari Shilla. Shilla sendiri tidak tau itu siapa.

“bajingan!” Cakka meninju rahang Alvin. Ya dia Cakka!

Alvin lalu membalas pukulan Cakka, mereka lalu berlari cepat menuju halaman Alvin dan bertarung disana. Lalu Ify dan Pricilla muncul saat Shilla mengejang hebat.

“Shill, lo tahan ya” Ify lalu menyedot luka bekas gigitan Alvin, dan mencoba menarik kembali racunnya..

“Shill, lo harus kuat!, lo harus bertahan” Pricill menggenggam tangan Shilla erat, dia sungguh berharap Shilla berhenti mengejang

Sedangkan Pricilla dan Ify tengah berusaha menyelamatkan Shilla, Alvin dan Cakka masih bertarung dengan hebatnya.

“vin, apa lo masih pengen hidup” tanya Cakka saat dia selangkah lagi menuju kemenangan atas pertarunganya dengan Alvin.

“lo tau jawabannya”

“vin, lo udah keterlaluan, mungkin kali ini gue bakal jadi pembunuh lagi. Demi nyegah lo!”

“lakukan Cakka! Lakukan kalau lo emang bisa ngebunuh satu-satunya keluarga yang lo punya. Ayo, bunuh gue!” Cakka menarik nafas dan tamppak bimbang, sedangkan Alvin masih diam dalam senyumannya yang licik

“berjanjilah hal ini tidak akan terulang lagi”

“gue gak janji"

“baiklah..” seketika Cakka langsung membunuh Alvin dengan memutar leher Alvin dengan cepat hingga lehernya patah.. dan seketika tubuhnya remuk menjadi kepingan-kepingan kecil mirip kaca

“maafkan aku..”

---
Setelah Alvin tiada, mereka lalu langsung membawa Shilla ke rumah sakit. mereka tidak mau memberitahu tante Lidya dulu sampe Shilla sadar.

“Cakka, makasih ya” cakka menoleh kearah Pricilla dan Ify

“untuk apa?” Pricilla dan Ify tersenyum secara bersamaan

“untuk semuanya, kalau gak ada lo kita berdua gak bakal bebas dan Shilla mungkin gak selamat”

“maafin ade gue ya, harusnya gue ngebunuh dia dari dulu.

“it’s ok. Yang penting dia uda mampus”

Tangan Shilla bergerak-gerak, Ify, Pricilla, dan Cakka langsung melonjak dan langsung mengelilingi gadis itu.

“Shill, lo bisa denger gue kan Shill? Lo baik-baik aja kan? Shilla..” Shilla tidak menyahut, dia mencoba membuka matanya lebih lebar dan melihat siapa yang telah memanggil namanya.

“Pricilla..” dia melihat wajah Pricill samar, lalu mengalihkan pandangan kearah yang lain “Ify..” gadis itu hanya tersenyum, dan .. “Cakka!”

“kalian masih hidup?” Shilla tampak menahan tangis, sungguh sulit mengungkapkan perasaannya yang sempat hancur saat Alvin mengatakan mereka sudah mati, dan sekarang mereka ada bersama Shilla.

“ia Shill, kita masih hidup.. dan cowok brengsek itu udah mampus”

“Alvin mati?” ruangan menjadi hening seketika. Pricilla jadi salah tingkah mengatakan bahwa Alvin sudah tiada

“ia, dia memang pantes mati kok, kenapa Shill jangan bilang lo..”

“siapa yang udah ngebunuh Alvin?” Shilla seakan tidak terima, dia bangkit dari perbaringannya dan menatap Ify, Pricilla, Cakka secara bergantian dengan tatapan tajam.

“jawab!” teriak Shilla

...
Mereka bertiga hanya saling berpandangan dan bingung harus berkta apa


***






Part selnjutnya episode terakhir, harus tetep menunggu ;)
thanks for reading ({})

nothing is impossible 30 JUNI 2011 (ʃƪ˘ڡ˘)

nah lho? ini ku ngaret banget ngepostnya.. aku ketemu Zahranya tanggal 30 Juni. haha, ya udahlah kagak apa-apa ya?
aku mau bercerita tentang perjuanganku bertemu seorang Zahra Damariva.. wow terlalu lebay deh ya, eh emang gak gampang ketemu Zahra, pertama susah banget dapet izin ortu, trus gak ada temen, walau akhirnya temenku Ria mau nemenin, thanks Ria :*
aku dan Ria nemuin Zahra di acara Meet and Greatnya dia di Cirebon, waw banget gak sih perjalanan ke Cirebon itu lumayan deket, tapi astagfirullah.. halangannya itu lhoooo..
pertama, baru aja naek mobil umum, malah di oper, di suruh pindah mobil, seet daah parah banget, mana itu mobil udah penuh -__-
kedua, pas di jamblang gatau dimana, mobil yang kita tumpangi ditabrak angkot dari belakang, ampun banget. ganyante woyy!! mobil kita jadi berhenti lamaaaa bangeeet, saking lamanya uda jamuran aku waktu itu, mana uda sore, pasti uda pada kumpul deh :(
ketiga, kita berdua malah turun dimana gitu.. yah bisa dibilang nyasar, sumpah nyeseg, itu udah mau magrib. dan Zahra pasti uda ada di tempat MnG, dan yah mengejr waktu kita rela ngongkos lagi, walau niatnya ngirit .-.
keempat, pas uda nyampe dan ngeliat tampang aslinya Zahra, sumpah cengo begete.. hemzz gimana yah rasanya, seneng campur dekdekan gitu deh.. Zahra itu CANTIK BANGET! putih, idungnya mancung, wow perfect bangeeett.. aku aja sampe ngerasa ada di alam mimpi saat itu.
untuk menahan kegugupan, akhirnya aku beli ice cream, walau sebenernya lagi gak nafsu.. lagian kita juga lagi ngirit. tapi gimana yah aduuh.. grogi banget..
dan akhirnya, aku berani nyapa dia, karena bener-bener udah gak tahan pengen ngomong sama Zahra.. aaa~ dia langsung nyamperin aku dan nanya apa aku ini orang majalengka yang mentionan sama dia. dan aku jawab YA! aaahh tiba-tiba pengen nangis, dan aku memang nangis disana. aku langsung meluk Zahra, refleks banget.. aku gak ada niat sedikitpun buat nangis ataupun meluk Zahra. dan aku baru sadar pada akhirnya. kejadian itu sungguh memalukan -__-
gatau deh ya, rasanya aneh banget. seneng, terharu, gak nyangka, nyesek, dll semuanya bersatu, dan pas denger dia nyanyi beuuuhh rasanya pengen nangis lagi, gak nyangka bisa denger dia nyanyi live kayak gini. aku bersyukur banget sama Allah SWT yang telah mempertemukan aaku dengan idolaku, aku sempat berfikir bahwa bertemu mereka adalah hal yang mustahil. namun aku sadar Allah sudah mengatur segalanya, aku bisa bertemu idola-idolaku yang lain suatu saat nanti. AKU PERCAYA :)

berikut foto-fotoku dengan Zahra, check this out ;)






ini ada juga foto aku, Zahra sama Ria :)
semoga ini bukan yang pertama dan terakhir, aku harap bisa bertemu dia lagi, suatu saat nanti :)
 

When You Close Your Eyes Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template