Minggu, 29 Januari 2012

KETIKA DETIK TELAH BERJALAN

‘aku ingin pergi bersamanya Tuhan.. aku ingin terus bersamanya.. jangan biarkan sesuatu apapun memisahkan kami, hanya dia yang dapat mengerti aku seutuhnya. Hanya dia.. ku mohon.. kembalikan.. kembalikan Shilla!!’
Tubuh Ify terkulai tak berdaya, segala kata-kata dan permohonannya tercekat. Tak dapat dia ucapkan sedikitpun. Hanya ledakan tangisnyalah yang mampu mencerminkan betapa sedihnya dia, seberapa terpukulnya dia, dan seberapa kehilangannya dia.
“Fy, udah Fy.. jangan nangis kaya gitu. Shilla pasti sedih ngeliatnya”
tapi Ify tak bergeming, kata-kata Sivia tak ia dengarkan. Ia tetap saja menangis sesegukan menatap nisan didepannya. Tentu saja, otaknya secara otomatis memutar segala kenangan yang telah terukir jelas, tentang segala keceriaannya bersama Shilla, tentang segala persahabatan yang mereka jalin, tentang setiap kenangan suka duka yang berlalu lalang setiap waktu. Kini berakhir, harus berakhir.. tak ada lagi kenangan yang akan terukir. Shilla sudah pergi.
***
Hari ini Ify berangkat sekolah diantarkan supir, biasanya dia naik sepeda bersama Shilla, karena sekolah mereka tidak terlalu jauh. Tapi sekarang berbeda, Shilla sudah tidak ada.
---
“Pagi Fy!” semua sapaan diterimanya dengan memberikan senyuman kecil yang terkesan dipaksakan, setidaknya dia harus menunjukan dia kuat. Walau sesungguhnya dia menyadari kalau dia rapuh, dia tak berdaya saat ini.
Saat sampai didepan kelas dia diam sejenak. Otaknya berputar, tak dia inginkan
“stop.. stop..”
“apaan sih Shilla?”
“lo diem dulu! kita adu cepat naro tas trus duduk ya”
“siapa takut”
“siaap... lariiii..”
“ye gue duluan!!”
“lo curang ah Shil, tempat duduk lo kan deket”
“haha.. iya dong, jadi ntar istirahat traktir ya!”
Air mata Ify kembali menitik, terlalu perih mengingatnya. Terlalu sakit membayangkannya. Terlalu sedih menerima kenyataan kalau Shilla sudah tiada. ‘Shilla andai lo masih disini.. andai kita masih berangkat sekolah bareng, main bareng.. dan melakukan kekonyolan-kekonyolan itu sama-sama.. kenapa lo pergi? Kenapa lo ninggalin gue.. gue gak sanggup sendiri Shilla, gak sanggup’
“Ify, kamu kenapa? ya ampun” Sivia yang memang sudah di dalam kelas menghampiri Ify dan mengusap tengkuknya dengan lembut. Teman-temannya yang lain juga mulai mengerubuninya.
“gue gapapa..” Ify menghapus air matanya dan pergi menuju bangkunya. Segera saja dia menelungkupkan kepala diatas meja, mencoba memutar segala keindahan yang dialaminya dengan Shilla, walau hal itu dapat membuat air matanya mengalir deras.
***
“Fy, kekantin yuk” Sivia menepuk bahu Ify, dan duduk disebelahnya. Dibangku kosong yang tadinya milik Shilla.
“eh.. enggak ah Siv, aku dikelas aja. Lagian aku gak lapar” Ify tersenyum kaku, lalu sesegera mungkin mengalihkan pandangannya dari Sivia. Menurutnya Sivia adalah seseorang yang perhatian. Dia terus memperhatikan Ify sejak kematian Shilla kemarin.
Sivia menghembuskan nafasnya lembut, mencoba mengendalikan segala gejolak emosi yang menguasainya. Rasanya dia ingin marah pada Ify, entahlah..
“Fy, kamu harus bangun! Kamu gak bisa terus-terusan terpuruk sama kesedihan kamu itu. Kamu harus bangkit dan hidup” berulang kali Ify mendengarkan kata-kata itu dari Sivia.Tapi perasaannya sungguh sulit. Sivia tak mengerti.
“kamu gak ngerti perasaan aku ke Shilla.. kamu tau? kami lebih dari sahabat.. kamu gak akan pernah mengerti betapa kehilangannya aku Siv, kamu gak ngerti.. karena kamu belum pernah ngerasain hal ini”
“oke Fy, aku ngerti.. aku ngerti kehilangan itu bukan hal yang mudah. Tapi kamu juga harus move on dong, kamu ngga boleh berlarut-larut kayak gini. Kamu harus fokus! Masa depan kamu masih panjang. Kamu masih bisa menemukan Shilla Shilla yang lain diluar sana. Di dunia ini kita ngga akan hidup selamanya Fy.. suatu saat kita akan kembali. Dan Shilla sudah pergi mendahului kita” Sivia menatap Ify dalam, mencoba menelusup kedalam jiwa gadis itu. Mencoba membaca setiap denyut perasaannya. ‘Fy.. tidak kah kamu melihat aku disini? Aku berharap kamu bisa menjadikanku sebagai Shillamu yang baru..’
“kamu benar, tapi aku butuh waktu..” Sivia tersenyum, dia yakin Ify bisa menerimanya suatu hari nanti “dan aku rasa, aku tidak akan menemukan Shillaku yang baru. Kamu tau? Tidak ada yang bisa menggantikan Shilla dihatiku Siv..” Ify tersenyum tulus pada Sivia, tapi kata-katanya tadi mampu membuat hati Sivia retak dan harapannya patah ‘Fy, kapan kamu bisa menerima aku?’Sivia menatap Ify sedih.
“okey.. sekarang, mau ke kantin?”
“baik”
---
“Siv, tau gak? Biasanya aku sama Shilla suka adu cepat duduk dikursi masing-masing pas nyampe didepan kelas. Konyol banget dia!” Ify, mengaduk mie ayamnya dan bercerita sangat antusias. Sivia mendengarkan dengan patuh dan dengan wajah yang menunjukan kekecewaan. Namun dia sadar, dia harus bisa mengembalikan Ify kehidupnya yang penuh suka cita, bukan karena Shilla. tapi karena dirinya.
“aku tau”
“waw, kamu tau? Shilla pernah cerita?” rasanya sedih dan kecewa menatap mata Ify yang berbinar-binar menceritakan segala hal menyenangkan yang dia lalui bersama Shilla. ‘andai aku dan kamu! Andai bukan Shilla’
“aku memperhatikan kalian”
“oh..” Ify menatap sekelilingnya. Kantin terlihat sangat ramai, namun matanya tertuju pada meja disudut sana.
“Ify, jangan lari hey!” Shilla mengejar Ify yang berlari menuju tukang bakso langganannya dengan Shilla. mereka suka berebut mangkuk pertama yang disodorkan karena pesanan mereka selalu sama persis.
“siapa cepat, dia yang pertama. Ayo Shilla, katanya jagoan” Ify berbalik dan menjulurkan lidahnya. Gadis itu berbalik lagi lalu sesuatu terjadi.. membuat Ify tak bisa berlari lagi
“eh maaf”
“Fy.. masalah Fy..” Shilla menyenggol lengan Ify, Ify hanya diam mematung
“kalo jalan tuh liat-liat dong! Tumpah kan semuannya. Baju gue juga kotor nih gara-gara lo!”
“sorry, guekan gak sengaja. Lagian lo juga ngalangin jalan gue sih!”
“arghh..nyebelin banget sih lo!”
Shilla dan Ify berpandangan lalu tertawa. Mereka membuat lelucon-lelucon lucu tentang lelaki yang Ify tabrak barusan.
Dan lelaki itu duduk disudut sana..
“ngeliatin apa Fy?” Ify tidak menjawab, Sivia mengikuti pandangan mata Ify ke meja disudut
“Gabriel? Kamu suka Gabriel?” Sivia mengibaskan tangan tepat didepan wajah Ify yang masih tertuju kemeja di sudut.Sivia menahan tawa.
‘oh, namanya Gabriel ya?’ Ify menoleh kearah Sivia “ngga kok, aku pernah numpahin apa gitu keseragamnya. Ya kamu tau.. aku dan Shilla” Ify tersenyum getir. Menatap meja disudut dan tersenyum-senyum sendiri
Seketika Sivia menjadi murung mendengar penuturan Ify ‘ya, banyak kenangan yang kamu ukir sama Shilla Fy, bahkan dalam diri orang lain, aku sangat berharap suatu saat bisa merasakannya.. bersama kamu’
***
Hari demi hari Ify lalui tanpa Shilla. Rasanya memang hampa dan hambar, namun menurutnya omongan Sivia benar. Dia tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan
‘liat Shil, gue masih bisa senyum. Walau tanpa lo, hh.. aneh ya gue senyum-senyum tanpa lo. Kayak orang gila tau gue’
“Fy, lagi apa?” Ify langsung saja menyembunyikan foto ditangannya kedalam tas, lalu tersenyum kepada si pemilik suara yang menyapanya “foto siapa?” katanya menambahkan. Sivia menatap tangan Ify yang masih didalam tas dengan alis terangkat.
“foto Shilla. Oh iya ada apa Siv?” guratan kekecewaan sedikit Sivia tunjukan pada Ify, tapi tentu gadis itu tak akan pernah menyadarinya. ‘Shilla lagi!’
“oh ngga kok, hehe.. nanti pulang bareng ya”
“oke”
---
“Fy, udah sebulan ya Shilla pergi” Sivia membuka percakapan diantara mereka. Mata gadis itu menerawang, tak memperhatikan Ify yang langsung menatapnya dengan heran.
“ya, kenapa?”
“tau gak? aku bakal senang banget kalo aku jadi Shilla” gadis manis itu mulai berandai-andai dan tersenyum sendiri. Tak memperhatikan perasaan Ify seperti biasanya. Dengan lepas dia menyebut nama Shilla didepan Ify.
“walau pada akhirnya aku harus meninggalkan dunia secepat itu” lanjutnya semakin bersemangat. Sedangkan Ify masih patuh mendengarkan walaupun tidak mengerti.
“kenapa?” Ify menyeimbangkan langkahnya dengan langkah Sivia yang lamban
“aku akan senang seandainya aku punya sahabat seperti kamu. Solid, setia, manis, jujur, dan apa adanya, walaupun kamu cerewet, itu juga sisi terindah yang kamu miliki. Shilla pernah ngomong sama aku kalau kamu adalah orang terbaik yang pernah dia kenal. Dia tidak pernah membicarakan hal buruk tentang kamu. Dia bercerita banyak tentang persahabatan kalian yang menyenangkan.hh.. dia sungguh beruntung Fy” Sivia menghentikan langkahnya dan menatap Ify yang berjalan disampingnya. Gadis itu diam mendengar penuturan Sivia.
Kini Ify mengerti apa yang dimaksudkan Sivia, dia terhenyak dalam diam. Tenggorokannya tercekat dengan hebat
“Sivia.. aku pulang aja ya, aku gak enak badan. Lain kali aja kita ke mall bareng. Bye!!” Ify pergi, langsung berbalik dan segera menaiki taksi yang kebetulan lewat disana. Tidak Sivia ketahui Ify menangis..
“tapi Fy?” terlambat dia tak bisa menghentikan Ify yang sudah terlanjur naik taksi. ‘apa dia mengerti apa yang aku bicarakan? Kenapa dia pergi? Apa aku salah dengan ucapanku tadi? Mungkin harusnya aku tak perlu jujur.. arghh!! Sivia bodoh!’
---
Ify kini berada di depan pusara Shilla, menangis!!
“Shilla.. kenapa lo pergi secepat ini?” gadis itu mengusap lembut nisan dihadapannya seakan dia tengah membelai lembut pipi sahabatnya itu “lo tau, lo sahabat terbaik yang pernah gue miliki. Lo tau gue seengganya bisa ketawa tanpa lo. Ya, mungkin karena Sivia, dia yang bikin gue move on. Tapi tadi dia bilang.. andai dia jadi sahabat gue! Shilla gue musti apa? gue cuman nganggep dia temen biasa. Dan gue gak berharap dia jadi sahabat gue dan ngegantiin lo. Gue musti apa? dia terlalu baik buat gue sakitin” namun seperti yang dia tau, Shilla tak akan pernah bisa menjawab segala pertanyaan yang dia berikan. Ify diam dalam tangisnya. Mencoba mengatur nafasnya yang terengah-engah karena emosi.
“lo cuman harus ngikutin kata hati lo kok” Ify menoleh kesumber suara yang membuatnya terkejut ‘cowok itu? Gabriel?’
“ngapain lo?”
“Ziarah lah, lo pikir gue lagi belanja ke TPU?” Gabriel lalu duduk disamping Ify, didepan pusara Shilla. lelaki itu tersenyum sedikit lalu menatap Ify dalam.
“gue turut berduka cita ya..” Gabriel menarik nafas dan tersenyum tulus pada Ify “gue ga nyangka banget Shilla meninggal. Dan ya? Siapa sih yang tau kapan kematian itu datang? Ga ada kan?” sudut matanya terus memperhatikan gadis disampingnya itu.
“Ify..” Ify tidak menoleh, tapi dia mendengarkan ‘dia tau nama gue?’
“lo tau kan Shilla itu orang baik?” gadis itu menoleh kearah Gabriel yang sedang melihatnya dengan alis terangkat.
“ya dia baik... baik banget!”
“gimana sama Sivia?” kali ini Ify yang mengangkat alisnya tinggi-tinggi, tak dia mengerti apa yang Gabriel tanyakan.
“ya, dia baik!”
“gue denger dia yang ngebuat lo move on. Dia hebat banget, tentu lo sangat kehilangan dan terpuruk saat Shilla pergi?!”
“ya, sangat!”
“dan lo gak mau ngehargain usahanya buat ngebikin lo sesemangat sekarang setelah kematian Shilla?”
“lo ngomong apa sih?”
“Sivia, selama ini.. pengen banget jadi bagian dari lo dan Shilla. dan mungkin sekarang dia sangat berharap jadi sahabat lo! Dan Ify lo harus tau gue juga ngerasain hal yang sama kayak Sivia. Gue cuman dia anggep temen biasa. Lo tau rasanya kayak apa? sakit... padahal tiap dia punya masalah gue yang selalu ngasih solusi, gue selalu berusaha jadi yang pertama ngehibur dia saat dia sedih. Tapi bagaimanapun gue gak pernah berpaling. Gue mencintai dia..”
“dengerin gue Fy, gue udah ga tahan dia sedih terus. Tolong lo coba terima dia kayak lo nerima Shilla. lo tau dia baiiiikk banget. Mungkin lebih dari yang lo tau. Ify gue mohon!”
“gue ga tau.. gue mungkin harus mikir 100 kali dulu” Ify bangkit, dari posisinya. Dia membenarkan posisi tas lalu mengibaskan roknya yang kotor.
Gabriel bangkit dan menatap Ify dengan tatapan memohon “Fy, walaupun Cuma pura-pura. Gue mohon..”
“jangan paksa gue! Gue gak suka dipaksa. Lagian kenapa ngga lo aja? Kenapa harus gue? Udah lah.. ga usah mohon-mohon kayak gitu” Ify lalu pergi tanpa berucap apapun lagi.
***
Langit malam ini sangat jernih. Hitam dan banyak sekali bintang yang berkerlap-kerlip manja. Gadis berkaus putih duduk termenung disebuah lapangan basket. Menatap langit dengan tatapan penuh pengharapan, matanya sembab karena air mata mengalir darinya.
“Sivia!!” seseorang menepuk bahunya. gadis berkaus putih itu terperanjat dan mulai menghapus air mata dipipinya.
“kamu nangis” Sivia tidak menjawab, dia melirik sedikit kepada orang yang telah membuyarkan lamunannya itu ‘hh.. Gabriel’
“gara-gara Ify ya?” Sivia tak menghiraukan pertanyaan Gabriel
“kenapa sih kamu pengen banget jadi sahabat dia? Atau bisa dibilang pengen banget dianggap sahabat sama dia?” Gabriel duduk disebelah Sivia, dia menatap gadis itu antara kasihan dan marah
“bukan urusan kamu!” Sivia menarik nafas dan mulai mengalihkan pandangannya pada rembulan sabit diantara ribuan bintang dilangit.
“aku cuman pengen bantu.. ya, barangkali bisa” Sivia menatap Gabriel, mencoba menceritakan segala yang dia rasa lewat matanya. Tapi tentu itu takan pernah cukup.
“aku juga gak tau Iel, aku iri sama Shilla, sama persahabatan mereka. kamu tau, aku cukup deket sama shilla waktu kelas 1. Dia suka cerita tentang Ify waktu aku sama Shilla sekelas dan kita gak sekelas sama Ify. Mereka sahabatan sejak TK, selalu disekolahin disekolahan yang sama. Walau beda kelas mereka sering main bareng. Dan sekarang kami bertiga sekelas. Shilla ngelupain aku, dan dia terus-terusan sama Ify sepanjang waktu. Jujur, aku pengen banget jadi bagian dari mereka. Sampai akhirnya Shilla meninggal dan Ify sendiri. aku Cuma pengen Ify memulai segalanya lagi dengan aku”
“kamu iri?”
“iya.. aku iri, sangat iri malah” gadis itu mengembuskan nafasnya perlahan, dan memeluk lututnya dengan erat. Butiran air itu jatuh lagi dari pelupuk matanya.
“kamu salah Sivia, sahabat itu bukan hanya sekedar kata-kata. Ify boleh saja menganggapmu teman biasa, tapi jangan pernah berhenti menyemangatinya saat dia jatuh, jangan pernah berhenti menghiburnya saat dia sedih. Jadilah teman yang lebih baik daripada sahabat. Kamu mengerti? Jadilah lebih baik daripada Shilla” Sivia diam. Dia takjub atas apa yang Gabriel ucapkan. Dia merasa Gabriel tak pernah sebijaksana ini sebelumnya.
“Sivia.. kadang dalam hidup, kita harus menerima apa yang tidak kita harapkan. Ini memang pedih. Kamu tahu? Aku merasakan hal yang sama. Ingin dianggap lebih. Tapi ternyata tidak diterima, yah.. bukannya gak diterima sih, aku belum ngomong aja. Tapi ya, aku sudah tau aku tidak diterima”
“waaw, berarti kita senasib nih” Sivia menghapus air matanya dan menyenggol lengan Gabriel sambil tertawa, Gabriel hanya diam.
“emang kamu pengen dianggap jadi apa?”
“jadi pacar!!” Gabriel menoleh sambil tersenyum. Senyumnya dia buat seceria mungkin walau pada akhirnya terlihat seperti orang yang menahan tangis.
“ihh.. sama siapa ko ga cerita sih? Ayo dong cerita!!” Sivia menatap Gabriel dengan antusias. Dia tersenyum tulus, dan itu membuat Gabriel merasa lega. Dia memang hanya dianggap teman, tapi dia sudah bisa melakukan sesuatu yang lebih dari teman.
“lain kali aja ya. Sekarang udah malem. Ayo pulang!” Gabriel berdiri dan melirik arlojinya. Dia menarik Sivia agar gadis itu tidak terus-terusan merengek dibawah kaki Gabriel.
“yaahhh.. tapi lain kali cerita ya?” Sivia berdiri
“oke, kalau aku gak lupa ya”
“gaboleh lupa!!”
“yee.. maksa”
“hahaha..” mereka lalu berjalan beriringan meninggalkan lapangan basket tersebut dan menuju rumah mereka yang memang searah, sampai pada akhirnya Sivia lebih dulu sampai kedepan rumahnya.
“makasih ya Iel, kamu udah bikin aku semangat lagi. Kamu emang temen aku yang paliiiiing the best! Babay, aku duluan” Sivia melambaikan tangannya, Gabriel hanya tersenyum sedikit ‘ temaaan.. paling the best’
***
“Siv, maaf ya kemarin..” Sivia menghentikan aktivitas membaca novelnya, gadis itu tersenyum pada Ify.
“nggapapa kok, aku yang minta maaf. Pasti kamu jadi keingetan Shilla lagi gara-gara aku” Ify diam sejenak. Entah bagaimana dia harus memperlakukan Sivia sekarang.
‘aku akan senang seandainya aku punya sahabat seperti kamu’ .... ‘lo gak mau ngehargain usahanya buat ngebikin lo sesemangat sekarang setelah kematian Shilla?’ kata-kata itu selalu membayanginya sejak kemarin. Ify tidak tahu harus melakukan apa. walau dia sudah tanyakan pada nuraninya, dia tidak menemukan jawaban.
“jangan dianggap serius ya yang kemarin, lupain aja. Lagian itu kan seandainya.. dan walaupun kita ngga sahabatan, kita kan masih bisa sama-sama dan saling bantu. Iya ngga?” Ify tetap diam, kata-kata Sivia dan Gabriel kemarin silih berganti hadir diotaknya. Dan apakah sekarang Sivia benar-benar serius? Atau dia hanya tidak mau membuat Ify bingung.
“oke, aku balik ketempat dudukku ya”
***
Suasana di lapangan basket di komplek rumah Sivia memang sejuk dan menyenangkan. Tak heran, gadis itu selalu menghabiskan waktu sore harinya disana, sambil menonton anak-anak berebut bola bundar itu.
“wah, kayaknya kamu ceria banget hari ini. kenapa Vi?” Sivia tersenyum menyambut kedatangan Gabriel.
“makasih ya, ini berkat kamu Iel, aku uda ngerasa baikan. Dan Ify, sepertinya dia menerima aku walau bukan sebagai sahabatnya. Kemarin kami jalan-jalan ke mall. Waw, seru banget! Yah.. walau dia masih mengungkit-ungkit Shilla disetiap obrolan kami. Tapi aku mencoba untuk biasa aja. Aku bahkan sudah merasa jadi sahabatnya, walaupun sebenernya belum”
“bagus dong, pantesan kemarin kamu gak kesini, aku kira kamu lagi ngurung diri dikamar” gadis itu memelototi Gabriel lantas menginjak kaki lelaki itu.
“kamu ya!” Gabriel terus tertawa, ditambah ekspresi Sivia yang lucu dan membuatnya lega.
‘akhirnya aku bisa melihat kamu kembali tersenyum ceria Sivia. Aku senang bisa menjadikan kamu seceria dulu. Walau mungkin kamu tidak menyadari aku menyayangi kamu lebih dari yang kamu tau. Aku ingin kamu tidak hanya menganggapku teman biasa.. aku ingin lebih!’
“oh iya Iel katanya mau cerita tentang cewek yang kamu taksir.. ayo ayo cerita!!” seketika Gabriel langsung tersadar akan apa yang ia janjikan tempo hari, tapi mana mungkin dia harus mengatakannya pada Sivia.
Gabriel diam untuk waktu yang tidak lama, tapi dia harus berbicara “mm.. Sivia, kamu masih ingat apa yang tempo hari aku omongin ke kamu?”
“tentang apa? aku pikir kamu ngomong banyak banget deh”
“tentang.. mmm yang itu tuh yang pengen dianggap lebih”
“oh iya iya.. ih, jangan-jangan kamu Cuma pengen jadi temen dia doang? ...Iel, kamu harus berusaha dulu. Bisa jadi cewek itu lagi nungguin kamu. Iya ngga??”
“aku takut Siv..” Gabriel menatap mata Sivia yang berapi-api menyemangatinya, dia tidak mengerti mengapa perasaannya serumit ini. dia takut nanti Sivia tidak menerimanya, dan nanti malah menjaga jarak untuk dekat-dekat dg Gabriel.
“takut apa? ..Iel, kemauan itu harus dibarengi sama usaha. Gagal ataupun berhasil semua ditentuin sama usaha kita meraihnya. Ayodong, masa kamu bisa bikin aku move on tapi gak bisa bikin diri kamu sendiri move on”
“heyyyy, siapa yang lagi putus asa. Aku gpp kok Siv. Lagian aku gak yakin aja”
“....”
“menurut kamu dia nerima aku ngga ya Siv?”
“tergantung ceweknya juga sih? Siapa sih emang? bikin penasaran aja deh!”
“rahasia dong.. oiya, kalo seandainya kamu ceweknya. Ini Cuma seandainya ya.. kamu mau ngga nerima aku?”
“nggaaaa.. hahaha”
‘ENGGA? Dan yah, sebaiknya emang ga usah’
“tuh kan kamu aja gamau, apalagi dia”
“hahaha... becanda ko, Iel. Kalo aku jadi cewek itu mm, aku pasti seneng banget. Dan pastinya dong, sama aku aja kamu uda baik banget. Apa lagi sama cewek yang kamu taksir. Pasti kamu super baik..”
“so?”
“SEANDAINYA aku jadi cewek itu, kayaknya aku uda pingsan duluan sebelum ngasih jawaban” Sivia tersenyum penuh ketulusan. Gabriel menatapnya tak berkedip, hatinya berdesir. ‘ini masih seandainya kan?’
“kamu bohong ah, kamu Cuma mau bikin aku semangat. Gitu kan?”
“beneran. Ih ga percaya banget sih”
“oke, besok anterin aku nembak dia ya, tapi janji aku harus diterima. Awas kalo dia ga nerima aku”
“hahaahaa.. sip sip, kalo gak diterima aku kasih tisu wc satu gulung deh”
“Siviaaaaa!!!”
***
“Sivia.. sejak kapan kamu berangkat sekolah sama Gabriel?”
“sejak tadi sih Fy, kenapa?”
“kalian udah jadian?” Ify tersenyum menggoda, Sivia menyanggahnya dengan memanyunkan bibirnya sambil menggerutu
“ih, apa banget. Ngga kok, kita temenan aja. O iya, lagian dia punya gebetan. Trus pulang sekolah minta anter aku buat ketemuan, katanya mau nembak sih” gadis itu meletakan tasnya diatas meja.
“jadi..... ceritanya cemburu nih?” Ify masih terus saja menggoda.
“Ih, Ify... nggaaa!!”
“hahahaaaa..” Ify rasa tertawa memang menyenangkan. Mungkin lebih seru tertawa bersama Shilla yang gak mau kalah diketawain. Tapi Sivia? Dia telah mengembalikan duniannya menjadi nyata dan mulai berwarna, dia bisa tertawa karena Sivia, terlebih karena dirinya sendiri yang terlalu lama memendam dan mengubur tawanya. ‘gue rasa lo emang sahabat yang Tuhan turunin buat gue, buat ngegantiin Shilla disisi gue. Makasih Tuhan’
“Ify, dicariin Gabriel tuh!” Ify dan Sivia saling berpandangan. Ify segera saja keluar dan menemui Gabriel. Sivia menatap kepergiaan Ify dengan senyuman khasnya.
***
“Fy, duluan ya.. nih, mau nganter dia nih.. mau nembak aja minta anter” Gabriel tersenyum kaku menatap Ify, dia menyikut perut Sivia.
“oke, see ya!” Ify tersenyum sembari melambai kearah keduanya.. dia tersenyum pahit menatap keduanya berlalu dan menghilang ditelan kerumunan orang.
-----
Ify tengah duduk diatas bangku taman yang panjang. Didepannya air mancur mencuat keatas dan turun lagi kebumi. Entah, dia tidak pernah merasa segelisah ini. bahkan segarnya oksigen disana tetap terasa sesak diparu-parunya.
-----
“kok, aku kaya kenal ya” Sivia menghentikan langkahnya, menatap lekat sosok gadis berambut panjang yang tengah membelakanginya dari arah yang lumayan jauh.
“udah ayo!” Gabriel menarik tangan Sivia kasar, berkali-kali dia menarik nafas dan menghembuskannya secara teratur tapi sangat sulit.
Mereka melangkah menuju gadis itu dengan terburu-buru. Saat hampir sampai, Gabriel dan Sivia berhenti.
“Ify?” segera gadis itu menoleh. Rambutnya yang terurai terbang mengikuti derai angin. Sivia diam mematung, seakan tak percaya apa yang dia liat.
“Iel?” Gabriel hanya diam menatap Sivia yang bertanya-tanya seperti itu
“kenapa Siv? Kok kaget gitu sih?” Ify tersenyum melihat kedatangan kedua rekannya tersebut.
Sivia tetap terdiam menatap Ify.
“aku gapapa” Sivia tersenyum, terkesan dipaksakan memang. Dia menarik lengan Gabriel dan lengan Ify bersamaan dengan kedua tangannya.
“semoga langgeng ya” Sivia menaruh kedua tangan mereka saling berpegangan. Dia tersenyum, lalu gadis itu menangis.
“ko kamu nangis Siv?”
“aku Cuma terharu aja kok Fy. Mmm.. kalian lanjutin acara kalian ya, aku pergi dulu” baru saja selangkah gadis itu melangkahkan kakinya, Gabriel menarik tangannya dan menangkapnya dengan sebuah pelukan hangat.
“Iel, apa-apaan sih, kamukan uda jadi pacarnya Ify”
“haha.. Sivia Sivia, acara nembaknya kan belum” Gabriel melepaskan pelukannya. Pipi Sivia memerah.
“ih, akunya uda terharu duluan” Sivia pura-pura ngambek, dia mensidekapkan kedua tangannya diatas dada. Entah apa yang dia rasakan. Rasanya berdesir-desir dan aneh ‘Gabriel ternyata mau nembak Ify L’
“hahahaa.. bohong banget, padahal cemburu” ­­­­­­­
“ngga kok!”
“yauda deh Iel, to the point aja!”
“iya iya.. ehem-ehem..” Gabriel pura-pura batuk, dia lalu menatap Ify dengan mantap. Sivia hanya diam menatap pemandangan didepannya.
“Ify.. thanks buat semuanya, lo uda ngebantu gue sejauh ini”
“iya” Ify tersenyum
“Sivia...” Gabriel lalu meraih tanggan gadis itu, Sivia yang daritadi tidak memperhatikan menjadi binggung sendiri.
“eh iya apa?”
“maukan jadi pacar aku?” Sivia menatap Ify dengan alis berkerut. Ify mengedipkan matanya sambil menggangkat jempol.
“apaan sih ini? gak ngerti aku. Iel, kamu kan harusnya nembak Ify!”
“dia emang mau nembak kamu kok dari tadi”
“iya kok, masa kamu gak ngerti sih Siv. Aku sayang kamu, aku cinta kamu, aku pengen kamu jadi pacar aku. Inget loh omongan kamu kemarin, ga bakalan nolak. Ingetkan??”
“iya inget, tapi kenapa aku...??”
“Sivia, jangan bikin dia degdegan, kasian tuh udah keringetan”
“tapikan?”
“Siv... percaya sama hati kamu!” Ify meremas tanggan Sivia yang berpeluh dan dingin
“a.. aku gak bisa!”
“tapi kenapa kamu uda janji sama aku Siv...” Gabriel kini menatapnya dalam, matanya mulai berkaca-kaca. Apa yang dia takutkan mungkin akan terjadi setelah ini.
“aa.. aku gak bisa nolak!” rasanya tenggorokkannya tercekat dengan hebat. Gabriel langsung saja memeluk gadis pujaannya itu.
“selamat ya..” Sivia dan Ify lalu berpelukan “oh iya Siv, aku mau ngucapin big thanks banget sama kamu. Kamu uda bikin aku move on sejauh ini”
Sivia tersenyum lalu menatap Gabriel dengan senyuman penuh kepuasan. “it’s oke, itu gunanya temen kan?”
“oh... nonononoooo.. mulai sekarang kamu sahabat aku Sivia, right?”
“serius Fy? Jadi sekarang, kita pake gue-elo nih?”
“haha iya-iya (y)”
Tawa mereka saling berderai merdu, bukan karena ada yang lucu atau konyol. Itu adalah sebuah tawa bahagia yang menyatukan sebuah Cinta dan persahabatan.
Saat kita tidak dianggap. Berusaha dan percayalah, suatu saat kita akan diakui dan dipertimbangkan J




2 komentar:

Unknown on 9 Oktober 2013 pukul 08.29 mengatakan...

bagus bngt ceritanya terusin lagi dong

fajar yulianti on 26 Januari 2014 pukul 18.07 mengatakan...

makasih, hehe tapi aku itu bikinnya cerpen jadi ga bisa terus. kalau bikin paling cerita baru. btw makasih udah komen :D

Posting Komentar

 

When You Close Your Eyes Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template