Jumat, 28 Oktober 2011

BARDI


Aku berjalan menelusuri keramaian
Mencari setiap titik terang dalam remang-remang kehidupan
Mencari setiap cahaya yang semakin hilang dan hilang
Dimana pelita yang dulu menerangi segenap hati?

Pemuda bertampang kucel itu datang lagi, kali ini dia tidak mencekek botol seperti biasanya, dia hanya mengapit sebatang rokok diantara telunjuk dan jari tengahnya. Seperti biasa dia menatapku dengan enggan, matanya merah dan bengkak.
“Hei Bardi! Kamu mabok lagi ya?” dia hanya menyunggingkan senyum kecut. Ya, namanya Bardi. Dia adalah salah satu pemuda madesu di kampungku. Setiap harinya dia hanya bermain-main dalam hidupnya, mencari kesenangan sesaat yang tidak pernah membuatnya puas. Aku sering kali berjumpa dengannya dipinggir jalan dekat pasar tempatku berjualan, tentu saja saat itu adalah saat jam sekolah. Aku tidak mengerti. Bagaimana nanti masa depannya? Orangtuanya? Serta bangsanya, Ya bangsanya. Bangsa kita. Bukankah masa depan bangsa ini ada ditangan para pemuda-pemudinya. Lantas bagaimana kalau terus seperti ini.
“Hahaa... emang apa urusan lo?” dia tertawa membahana, membuatku tersentak. Bukankah tidak sepantasnya dia berkata begitu kepada seorang tua sepertiku. Aku terdiam menatapnya marah. Namun dia malah tertawa semakin keras. Dia menghisap rokoknya mengepulkan asapnya kedepan mukaku aku terbatuk dan tawanya lagi-lagi membahana. Aku mengusap dada, beginikah perilaku pemuda sekarang? Sangat tidak sopan! Aku menggeram, merutukinya dalam hati. Ah pemuda sekarang, sangat berbeda dengan pemuda dulu. Aku pergi tanpa mengucap sepatah katapun pada Bardi. Aku sudah muak! Dia hanya tertawa melihatku pergi.
Dipasar aku melihat si Bardi lagi, seperti biasa dia bersama beberapa orang temannya yang sama seperti yang kulihat seringkali. Tapi dia bersama 2 orang perempuan juga. Penampilannya tak kalah semerawut dengan Bardi. Aku melirik jam di dinding kios 09.57 aah mereka bolos lagi. Tak habis pikir anak perempuannyapun seperti itu. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala lalu meneruskan pekerjaanku.
Saat aku menuju perjalanan pulang, aku mendengar sirine polisi dan disusul bersama mobil polisinya. Bardi! Anak itu berada didalamnya dengan kepala berdarah dan muka babak belur. Sebagian teman-temannya juga berada disana beserta orang-orang asing yang tidak aku kenal. Mobil itu berlalu begitu saja didepanku. Aku mengembuskan nafas “anak itu, ckckck” aku bergumam dalam hati. Aku memikirkan bagaimana perasaan orangtuanya dikhianati anaknya dengan perlakuan seperti itu.
Aku terus berjalan, mencoba menepis segala tanya yang berkecamuk dalam diriku. “ah Bardi..”
                                            *** 

*) cerpen ini dibuat untuk memperingati hari SUMPAH PEMUDA!! semoga dapat diambil hikmahnya. 
sekali lagi, SELAMAT HARI SUMPAH PEMUDA KE-83. BANGKITLAH PEMUDA-PEMUDI INDONESIA!!!
marilah menjadi pemuda-pemudi yang membanggakan! buatlah para pahlawan tersenyum bangga melihat kita. jangan membuat mereka kecewa, jangan membuat perjuangan mereka sia-sia. BANGKIT DAN MAJU! buktikan kita bisa SEKALI MERDEKA, TETAP MERDEKA!!

0 komentar:

Posting Komentar

 

When You Close Your Eyes Copyright © 2009 Cookiez is Designed by Ipietoon | Sponsored by: Website Templates | Premium Wordpress Themes | consumer products. Distributed by: blogger template